ADMINISTRASI PAJAK

Hendak Ajukan Angsuran PPh Pasal 29? Ingat Lagi Syarat dan Aturannya

Nora Galuh Candra Asmarani
Selasa, 16 Desember 2025 | 14.00 WIB
Hendak Ajukan Angsuran PPh Pasal 29? Ingat Lagi Syarat dan Aturannya
<p>Ilustrasi.</p>

JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak yang mengalami kesulitan likuiditas atau dalam keadaan force majeure dapat mengajukan permohonan angsuran pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 29. Adapun PPh Pasal 29 adalah PPh kurang bayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh.

Wajib pajak seharusnya melunasi PPh Pasal 29 tersebut sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan. Namun, sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (4) UU KUP, wajib pajak dapat mengajukan permohonan untuk mengangsur pembayaran PPh Pasal 29.

“Dirjen pajak pajak atas permohonan wajib pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) [PPh Pasal 29] yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan,” bunyi Pasal 9 ayat (4) UU KUP, dikutip pada Selasa (16/12/2025).

Dalam perkembangannya, ketentuan teknis mengenai permohonan angsuran pembayaran PPh Pasal 29 kini diatur dalam PMK 81/2024. Berdasarkan Pasal 113 huruf a PMK 81/2024, permohonan angsuran pembayaran PPh Pasal 29 dapat diajukan oleh:

  1. wajib pajak yang mengalami kesulitan likuiditas; atau
  2. wajib pajak mengalami keadaan di luar kekuasaannya (force majeure), sehingga tidak mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya.

Merujuk Pasal 114 PMK 81/2024, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Persyaratan tersebut tergantung pada kondisi wajib pajak apakah mengajukan permohonan angsuran pembayaran PPh Pasal 29 karena kesulitan likuiditas atau karena mengalami keadaan force majeure. Berikut ringkasannya:

Sesuai dengan ketentuan, surat permohonan pengangsuran pembayaran PPh Pasal 29 harus disampaikan maksimal sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh dan sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan.

Berdasarkan permohonan pengangsuran tersebut, direktur jenderal pajak akan melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan. Selanjutnya, dirjen pajak akan memberikan keputusannya dalam jangka waktu maksimal 3 hari kerja setelah bukti penerimaan diterbitkan.

Keputusan tersebut dapat berupa persetujuan atau penolakan permohonan. Apabila disetujui, wajib pajak dapat diberikan kesempatan mengangsur sampai dengan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh tahun pajak berikutnya.

Besarnya pembayaran angsuran dalam surat keputusan persetujuan ditetapkan dalam jumlah yang sama besar untuk setiap angsuran per bulan. Hal yang perlu diperhatikan, wajib pajak yang diterbitkan surat keputusan persetujuan pengangsuran PPh Pasal 29 akan dikenai sanksi bunga.

“Dalam hal Wajib Pajak diterbitkan surat keputusan persetujuan pengangsuran…pembayaran pajak atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam: a. Pasal 114;… Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa bunga… yang dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan pembayaran angsuran atau pelunasan,” bunyi Pasal 121 ayat (1) PMK 81/2024.

Berdasarkan Pasal 121 ayat (5) PMK 81/2024, sanksi bunga dihitung berdasarkan saldo pajak yang masih harus dibayar yang diajukan permohonan pengangsuran. Adapun sanksi bunga tersebut akan ditagih dengan penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) pada setiap periode pembayaran angsuran.

Ringkasnya, wajib pajak yang diperbolehkan mengangsur pembayaran PPh Pasal 29 akan dikenai sanksi bunga. Sanksi bunga yang dikenakan sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh menteri keuangan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat (2) UU KUP.

Seiring dengan berlakunya coretax, permohonan pengangsuran pembayaran PPh Pasal 29 kini bisa diajukan melalui coretax. Apabila ditelusuri, permohonan tersebut bisa diajukan melalui modul Layanan wajib Pajak, menu Layanan Administrasi, submenu Buat Permohonan Layanan Administrasi, dan kode subkategori layanan AS.21 Angsuran/Penundaan PPh Pasal 29.

Sebelumnya, ketentuan mengenai tata cara pengajuan permohonan angsuran PPh Pasal 29 diatur dalam PMK 242/2014. Namun, PMK 242/2014 kini sudah dicabut dan digantikan dengan PMK 81/2024.

Apabila disandingkan PMK 242/2014, ada 2 syarat baru yang diatur dalam PMK 81/2024. Pertama, wajib pajak telah menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk 2 tahun pajak terakhir, sudah menjadi kewajibannya. Kedua, SPT Masa PPN untuk 3 masa pajak terakhir, yang sudah menjadi kewajiban wajib pajak. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.