JAKARTA, DDTCNews - Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset tidak bisa dibahas bila perancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) belum selesai.
Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding mengatakan keberadaan KUHAP yang baru diperlukan sebagai dasar bagi penegak hukum dalam melakukan perampasan aset sesuai dengan RUU Perampasan Aset. Hadirnya KUHAP yang baru diperlukan untuk mencegah abuse of power.
"Ketika dalam hal melaksanakan kegiatan RUU Perampasan Aset, itu kan berpotensi sekali memunculkan abuse of power ketika APH kita tidak dibekali regulasi yang betul-betul mempertegas tentang kewenangan yang dimiliki sehingga tidak ada lagi ruang abu-abu," ujar Sudding, dikutip pada Senin (15/9/2025).
Setelah KUHAP disahkan sebagai undang-undang, Sudding mengatakan RUU Perampasan Aset akan mulai dibahas di Komisi III DPR.
Untuk saat ini, DPR sedang berupaya menyerap aspirasi dari berbagai pihak dengan mengedepankan prinsip meaningful participation.
"Sampai saat ini kita melakukan meaningful participation untuk mendapatkan partisipasi yang bermakna dari berbagai elemen masyarakat sehingga UU ini benar-benar kita sempurnakan dan benar-benar menjadi koridor bagi APH dan tidak ada lagi ruang abu-abu," ujar Sudding.
Sebagai informasi, pemerintah dan Baleg sepakat untuk memasukkan RUU Perampasan Aset dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. Kini, RUU Perampasan Aset menjadi RUU usul inisiatif DPR, bukan pemerintah.
Sebelumnya, RUU Perampasan Aset hanya dimasukkan ke dalam Prolegnas Jangka Menengah 2024-2029 sebagai RUU usul inisiatif pemerintah. (dik)