Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Implementasi compliance risk management (CRM) memberikan berbagai pengaruh bagi wajib pajak. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Selasa (17/12/2019).
Managing Partner DDTC Darussalam dalam Perspektif Perpajakan bertajuk ‘Era Baru Pendekatan Kepatuhan Pajak’ di Bisnis Indonesia mengatakan analisis perilaku (behavioural analysis) wajib pajak semakin dikedepankan dalam pendekatan baru manajemen kepatuhan pajak.
“Tidak ada strategi meningkatkan kepatuhan pajak yang berlaku seragam. Inilah filosofi dari CRM,” katanya.
Bahasan mengenai analisis perilaku dengan mengoptimalkan peran teknologi informasi ini bisa Anda baca juga dalam wawancara dengan Direktur Telekomunikasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi di majalah InsideTax edisi ke-41. Anda bisa men-download InsideTax secara gratis di sini.
CRM akan menciptakan efisiensi proses kerja Ditjen Pajak (DJP) sekaligus mendorong kepatuhan sukarela wajib pajak. Selain menciptakan kepastian, CRM menjamin beban pajak akan didistribusikan secara lebih adil kepada seluruh wajib pajak.
Selain itu, beberapa media nasional juga masih menyoroti upaya pemerintah untuk menyelesaikan rancangan omnibus law cipta lapangan kerja dan omnibus law perpajakan. Kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bertemu dengan Ketua DPR Puan Maharani dalam rapat konsultasi.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan implementasi CRM akan memberikan berbagai pengaruh dari sisi wajib pajak. Pertama, perlunya tax assurance di internal wajib pajak untuk memastikan kepatuhan serta mencegah terjadinya risiko pajak.
Kedua, pembangunan tax control framework (TCF) untuk menjamin keakuratan dan kelengkapan segala dokumentasi yang berkaitan dengan pajak. TCF akan menggambarkan profil pajak suatu perusahaan sehingga memudahkan otoritas pajak dalam melakukan pemetaan dan pengawasan.
Ketiga, transparansi dan teknologi informasi sebagai alat memetakan profil kepatuhan. Sebagai contoh, kewajiban dokumentasi transfer pricing yang tidak hanya dipergunakan sebagai alat menguji kewajaran dan kelaziman harga semata, tetapi juga sebagai bentuk transparansi atas model bisnis dan strategi usaha wajib pajak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rancangan omnibus law perpajakan terdiri atas 28 pasal yang terbagi atas 6 klaster. Sebanyak 28 pasal itu mengamendemen 7 undang-undang (UU), sepetrti UU Pajak Penghasilan, UU Pajak Pertambahan Nilai, UU Ketentuan Umum Perpajakan, UU Kepabeanan, UU Cukai, UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta UU Pemerintah Daerah.
Adapun sebanyak 6 klaster dalam omnibus law perpajakan terdiri atas pendanaan investasi, sistem teritori perpajakan, subjek pajak orang pribadi, kepatuhan wajib pajak, keadaan iklim berusaha, dan fasilitas pajak.
Presiden meminta langsung kepada Ketua DPR Puan Maharani untuk merampungkan rancangan omnibus law cipta lapangan kerja dan omnibus law perpajakan dalam waktu 3 bulan mulai awal tahun depan.
Namun, Ketua DPR Puan maharani mengatakan tiga bulan bukanlah waktu yang lama karena alotnya proses politik. Dengan demikian, peluang untuk menyelesaikan UU dalam waktu tiga bulan sangat kecil.
“Untuk mengubah satu UU yang pasalnya sedikit saja kami juga harus kerja sesuai mekanisme yang berlaku. Jadi, kami tidak bisa mengira-ngira waktu pembahasan dan isi RUU itu sebelum Surat Presiden sampai ke DPR,” ujar Puan. (kaw)