Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) telah menyiapkan sejumlah strategi untuk memastikan target penerimaan pajak tercapai pada 2025. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (29/5/2025).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan pemerintah akan melaksanakan setidaknya 5 upaya untuk mencapai target pajak yang telah ditetapkan. Menurutnya, pemerintah bakal mengupayakan selisih kurang antara realisasi dan target atau shortfall pajak tidak terjadi lagi pada tahun ini.
"Untuk mencapai target penerimaan pajak tahun 2025, pemerintah akan melaksanakan upaya strategis," ujarnya.
Dwi menjelaskan langkah yang akan dilaksanakan DJP dalam mencapai target tersebut yakni pertama, memperluas basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pajak.
Kedua, mendorong tingkat kepatuhan wajib pajak dengan memanfaatkan teknologi sistem perpajakan, memperkuat sinergi, joint program, serta penegakan hukum kepada wajib pajak.
Ketiga, menjaga efektivitas implementasi reformasi perpajakan dan harmonisasi kebijakan perpajakan internasional. Keempat, memberikan insentif perpajakan yang semakin terarah dan terukur.
Kelima, mendorong penguatan organisasi dan SDM sejalan dengan dinamika perekonomian.
Melalui pelaksanaan 5 strategi tersebut, Dwi meyakini DJP akan mampu menjaga penerimaan pajak tetap on track dan tidak mengalami shortfall pada tahun ini.
Penerimaan pajak hingga April 2025 tercatat baru mencapai Rp557,10 triliun atau 25,4% dari target Rp2.189,3 triliun. Kinerja penerimaan pajak tersebut juga masih mengalami kontraksi 10,8%.
Sementara pada sepanjang 2024, penerimaan pajak tercatat hanya senilai Rp1.932,4 triliun atau setara 97,2% dari target pada UU APBN Rp1.989 triliun. Shortfall tersebut terjadi setelah penerimaan pajak mampu melampaui target pada 2021-2023.
Selain soal optimalisasi penerimaan pajak, ada pula ulasan terkait dengan pengawasan wajib pajak orang pribadi yang memiliki penghasilan besar. Selain itu, terdapat pembahasan mengenai pengusaha kena pajak (PKP) yang dibolehkan untuk mengkreditkan pajak masukan dengan masa pajak berikutnya maksimal 3 masa pajak berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2025.
DJP terus melakukan pengawasan kepatuhan pajak, terutama kepada orang kaya atau yang memiliki penghasilan besar dan terkena lapisan tarif PPh orang pribadi sebesar 35%.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan DJP melaksanakan pengawasan kepatuhan material kepada orang berpenghasilan besar ini melalui SPT Tahunan yang telah disampaikan. Menurutnya, pengawasan secara intensif terhadap wajib pajak diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara.
"Bagaimana upaya kami meningkatkan [penerimaan pajak], bagi [wajib pajak yang terkena lapisan tarif] 35%, kami mengawasi. Kami mengawasi bahwa yang dilaporkan oleh wajib pajak itu adalah benar," katanya. (DDTCNews)
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 memperbolehkan PKP untuk mengkreditkan pajak masukan dengan masa pajak berikutnya pada maksimal 3 masa pajak berikutnya. Ketentuan ini berlaku dalam hal pajak masukan belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama.
Pengkreditan pajak masukan pada masa pajak berikutnya maksimal 3 masa pajak dilakukan PKP dengan menyampaikan atau membetulkan SPT Masa PPN.
Pajak masukan dapat dikreditkan oleh PKP sepanjang pajak masukan dimaksud belum dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi dalam harga perolehan BKP/JKP. (DDTCNews)
DJP akan langsung melakukan pengecekan validitas nomor pokok wajib pajak (NPWP) atas surat pemberitahuan (SPT) yang disampaikan oleh wajib pajak.
Merujuk pada Pasal 103 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2025, DJP bakal melakukan pengecekan validitas NPWP sebelum dilakukannya penelitian atas SPT. NPWP bakal dinyatakan valid bila NPWP dimaksud tersedia dalam sistem administrasi DJP.
"NPWP dinyatakan valid dalam hal NPWP yang tertera pada SPT telah sesuai dan tersedia dalam sistem administrasi DJP," bunyi Pasal 103 ayat (2) PER-11/PJ/2025. (DDTCNews)
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 mempertegas ketentuan pembulatan dalam pengisian bukti potong, faktur pajak, SPT masa, hingga SPT Tahunan yang menggunakan mata uang dolar AS.
Merujuk pada Pasal 129 PER-11/PJ/2025, nilai dasar pengenaan pajak dan PPh dalam bukti potong PPh Pasal 21/26, bukti potong unifikasi, SPT Masa PPh Pasal 21/26, dan SPT Masa PPh Unifikasi dibulatkan ke dalam rupiah penuh.
"Pembulatan ke dalam rupiah penuh…dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: kurang dari 0,50, maka bilangan tersebut dibulatkan ke bawah; atau sama dengan atau lebih dari 0,50, maka bilangan tersebut dibulatkan ke atas," bunyi pasal 129 ayat (3) PER-11/PJ/2025. (DDTCNews)
Beberapa fraksi DPR mendorong pemerintah mengoptimalkan pemberian insentif pajak untuk menjaga konsumsi masyarakat pada 2026.
Misal Fraksi Partai Golkar, menyatakan dukungan untuk memberikan insentif pajak kepada sektor swasta dan kelompok rumah tangga. Fraksi ini juga akan maklum jika pemberian insentif pajak yang lebih besar kepada sektor swasta dan masyarakat menjadi alasan penurunan rasio pendapatan negara pada 2026.
"Target pendapatan negara yang lebih rendah dapat diterima apabila ditujukan untuk memberikan insentif fiskal atau pajak kepada sektor swasta dan masyarakat," ujar anggota Fraksi Partai Golkar Nurul Arifin. (DDTCNews)