Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 turut mengubah batas waktu pengunggahan faktur pajak elektronik atau e-faktur ke Ditjen Pajak (DJP). Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (28/5/2025).
Dalam Pasal 44 ayat (1) PER-11/PJ/2025, ditegaskan e-faktur wajib diunggah ke DJP menggunakan modul e-faktur paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-faktur, bukan tanggal 15 bulan berikutnya sebagaimana diatur dalam PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022.
"E-faktur…wajib diunggah ke DJP menggunakan modul e-faktur…dan memperoleh persetujuan dari DJP, paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-faktur," bunyi Pasal 44 ayat (1) PER-11/PJ/2025.
Berbeda dengan ketentuan faktur pajak sebelum era coretax administration system, pengusaha kena pajak (PKP) juga tidak harus meminta dan mencantumkan nomor seri faktur pajak (NSFP) sebelum mengunggah e-faktur.
NSFP akan diberikan otomatis pada saat e-faktur diunggah melalui modul e-faktur dan memperoleh persetujuan dari DJP. Persetujuan dari DJP akan diberikan sepanjang e-faktur diunggah sesuai dengan jangka waktu dalam Pasal 44 ayat (1) PER-11/PJ/2025.
PER-11/PJ/2025 telah ditetapkan oleh dirjen pajak pada 22 Mei 2025 dan mulai berlaku sejak tanggal tersebut. Dengan berlakunya PER-11/PJ/2025, PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022 tetap berlaku terbatas untuk pembuatan faktur pajak sebagaimana diatur dalam PER-13/PJ/2024.
Untuk diketahui, PER-13/PJ/2024 menjadi landasan hukum bagi PKP tertentu untuk membuat faktur pajak menggunakan aplikasi lama sebelum era coretax, yakni e-faktur client desktop dan e-faktur host-to-host. PKP tertentu ditetapkan melalui Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-54/PJ/2025.
Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai adanya usulan untuk mengenakan pajak kekayaan di Indonesia. Kemudian, ada juga bahasan perihal pembenahan coretax system, diskon PPN untuk tiket pesawat, PER-8/PJ/2025 terbit, dan lain sebagainya.
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 turut memuat penegasan khusus mengenai cetakan e-faktur yang tidak mencantumkan keterangan secara lengkap.
Bila e-faktur yang diunduh dalam bentuk PDF atau dicetak dalam bentuk kertas tidak mencantumkan 1 atau lebih keterangan, e-faktur tersebut tetap dianggap lengkap sepanjang keterangan dimaksud ada di sistem administrasi DJP. Ketentuan ini berlaku atas e-faktur yang dibuat pada masa pajak Januari hingga Maret 2025.
"Pada saat peraturan direktur jenderal ini mulai berlaku: dalam hal e-faktur yang dibuat pada masa pajak Januari 2025, Februari 2025, dan Maret 2025 yang diunduh dalam bentuk PDF dan/atau dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy) tidak tercantum 1 atau lebih keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, e-faktur dimaksud dianggap lengkap sepanjang keterangan dimaksud telah terdapat dalam sistem administrasi DJP dan telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," bunyi Pasal 135 huruf a PER-11/PJ/2025. (DDTCNews)
Pemerintah menyatakan tidak akan terburu-buru menerapkan pajak atas kekayaan (wealth tax).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan pemerintah sebetulnya sudah memiliki gagasan untuk mengenakan pajak kekayaan. Namun, wacana kebijakan tersebut masih memerlukan proses pembahasan yang panjang sebelum diterapkan di Indonesia.
"Pengenalan jenis pajak baru tidak sederhana. Ada tahapan-tahapan, ada riset, public hearing, dan harus dibawa ke DPR," ujarnya. (DDTCNews/Kontan)
Pemerintah berencana kembali memberikan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 6% untuk pembelian tiket pesawat pada musim libur sekolah.
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan insentif PPN DTP atas tiket pesawat ini rencananya berlaku pada Juni-Juli 2025. Dengan PPN DTP, tarif tiket pesawat diharapkan menjadi lebih murah selama libur sekolah.
"Terdapat 3 jenis diskon transportasi selama 2 bulan pada momen libur sekolah sekitar awal Juni 2025 sampai dengan pertengahan Juli 2025 ... [salah satunya] diskon tiket pesawat berupa PPN DTP 6%," katanya. (DDTCNews)
DJP menerbitkan regulasi baru yang memerinci ketentuan pemberian layanan administrasi perpajakan tertentu melalui coretax administration system. Regulasi dimaksud adalah Peraturan Dirjen Pajak No. PER-8/PJ/2025.
PER-8/PJ/2025 diterbitkan mengingat ketentuan teknis baik berupa perdirjen maupun keputusan dirjen (kepdirjen) masih belum mampu memenuhi kebutuhan administrasi era coretax. Oleh karena itu, perdirjen dan kepdirjen lama perlu diganti atau dicabut.
"... perlu menetapkan peraturan direktur jenderal pajak tentang ketentuan pemberian layanan administrasi perpajakan tertentu dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan," bunyi penggalan bagian pertimbangan PER-8/PJ/2025. (DDTCNews)
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengungkapkan dirinya akan memetakan hal-hal yang tertunda (pending matters) dan isu strategis (strategic issues) terkait dengan perpajakan dalam waktu sebulan.
Menurut Bimo, kebijakan pajak ke depan akan berfokus pada peningkatan integrasi data dan sistem perpajakan, integritas sumber daya manusia (SDM), dan integritas institusi perpajakan.
"Mudah-mudahan kurang dari 1 bulan saya akan update ke teman-teman sekalian," katanya. (DDTCNews)
Komisi Yudisial (KY) mengumumkan nama-nama calon hakim agung (CHA) yang dinyatakan lulus seleksi kualitas, termasuk CHA tata usaha negara (TUN) khusus pajak.
Tercatat, terdapat 7 CHA TUN khusus pajak yang dinyatakan lulus seleksi kualitas oleh KY. Para CHA yang lulus seleksi kualitas berhak mengikuti seleksi berikutnya, yakni seleksi kesehatan dan kepribadian.
"Keputusan kelulusan seleksi kualitas bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat," sebut Ketua Bidang Rekrutmen Hakim M. Taufiq HZ. (DDTCNews)
Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB mendesak pemerintah untuk segera membenahi sistem inti administrasi perpajakan alias coretax yang masih menghadapi masalah hingga pertengahan tahun ini.
Anggota Komisi VI DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Rivqy Abdul Halim melihat keberadaan coretax yang awalnya diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas administrasi pajak, justru masih banyak ditemukan kendala dan permasalahan.
“Secara khusus PKB mendesak pemerintah untuk segera membenahi implementasi reformasi administrasi perpajakan [coretax],” katanya dalam Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan III Tahun 2024/2025. (Bisnis Indonesia)