Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan paparan pada konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Kamis (13/3/2025). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/YU
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah akan mengambil upaya ekstra sebagai respons atas batalnya kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan batalnya pemberlakuan tarif PPN 12% berdampak terhadap penerimaan pajak.
"Pasti banyak yang menanyakan, PPN 12% tidak dilaksanakan untuk semua komoditas, kita pasti mempertimbangkan itu. Makanya, Pak Anggito (Wakil Menteri Keuangan) menyampaikan upaya ekstra untuk mengompensasi penerimaan yang tidak jadi kita peroleh," ujar Sri Mulyani, dikutip Jumat (14/3/2025).
Adapun upaya ekstra yang akan diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan antara lain, pertama, menyelenggarakan analisis, pengawasan, pemeriksaan, penagihan, dan intelijen atas lebih dari 2.000 wajib pajak.
Kedua, memajaki transaksi digital baik yang dalam negeri maupun luar negeri. Ketiga, melakukan intensifikasi PNBP SDA, yakni batu bara, nikel, timah, bauksit, dan sawit.
Keempat, melakukan intensifikasi PNBP layanan premium. Contoh layanan premium yang PNBP-nya bisa diintensifkan antara lain layanan yang disediakan oleh Ditjen Imigrasi, Polri, dan Kementerian Perhubungan.
Sebagai informasi, tarif efektif PPN tetap terjaga sebesar 11% meski UU PPN telah mengatur bahwa tarif PPN naik dari 11% menjadi 12% mulai 2025. Hal ini terjadi karena pemberlakuan PMK 131/2024.
Dalam PMK tersebut, PPN dihitung menggunakan dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian. Penghitungan PPN menggunakan DPP 11/12 ini berlaku atas penyerahan BKP/JKP nonmewah.
Untuk penyerahan BKP yang tergolong mewah, tarif PPN yang berlaku adalah sebesar 12%, sesuai dengan UU PPN. Adapun yang dimaksud dengan BKP mewah adalah barang-barang yang selama ini sudah menjadi objek PPnBM. (sap)