Ilustrasi. Suasana Rapat Paripurna DPR Ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1/2025). Rapat Paripurna DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara untuk menjadi RUU usul inisiatif DPR. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/tom.
JAKARTA, DDTCNews - DPR resmi mengesahkan rancangan perubahan Undang-Undang (UU) 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR, Selasa (18/2/2025).
Pengesahan ini dilakukan sehari setelah sebelumnya RUU Minerba disetujui di tingkat satu, dengan seluruh fraksi sepakat dengan semua poin perubahan di dalamnya.
"Kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh anggota apakah RUU Minerba dapat disetujui dan disahkan untuk menjadi Undang-Undang?" kata Wakil Ketua DPR Adies Kadir selaku pimpinan paripurna dalam pengesahan UU Minerba kali ini.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadia lantas memberikan pendapat akhir mewakili Presiden Prabowo Subianti. Dalam pidatonya, Bahlil menyambut baik disahkannya revisi UU Minerba ini. Menurutnya, langkah ini merupakan wujud pemerintah menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945, bahwa kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
"Perubahan ini sejalan dengan keinginan pemerintah untuk perbaikan tata kelola pertambangan minerba, melalui pemberian kesempatan, khususnya BUMN, BUMD, UMKM, koperasi, dan badan usaha yang dimiliki ormas keagamaan, serta dukungan pendanaan pendidikan bagi perguruan tinggi daerah," kata Balil.
Sedikitnya ada 20 Pasal di dalam UU Minerba yang diubah atau ditambahkan. Perubahan/penambahan itu tercakup dalam 11 poin sebagai berikut.
Pertama, tindak lanjut putusan MK yang mengamanatkan penyesuaian UU, terkait dengan pemaknaan jaminan ruang dan perpanjangan kontrak.
Kedua, wilayah izin usaha pertambangan (WIUP), wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK), dan wilayah pertambangan rakyat (WPR) yang telah ditetapkan menjadi dasar bagi penetapan tata ruang dan kawasan serta tidak ada perubahan tata ruang dan kawasan bagi pelaku usaha yang mendapatkan IUP, IUPK, atau IUPR.
Ketiga, pengutamaan kebutuhan batubara dalam negeri sebelum dilakukan penjualan ke luar negeri (domestic market obligation/DMO).
Keempat, WIUP mineral atau batu bara diberikan kepada koperasi, badan usaha kecil dan menengah, dan badan usaha yang dimiliki oleh ormas keagamaan yang menjalankan fungsi ekonomi dengan cara pemberian prioritas.
Kelima, pemberian pendanaan bagi perguruan tinggi dari sebagian pengelolaan WIUP-WIUP dengan cara prioritas kepada BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta dalam rangka meningkatkan kemandirian layanan pendidikan, dan fasilitas perguruan tinggi.
Keenam, dalam rangka hilirisasi dan industrialisasi, pelaksanaan pemberian WIUP, WIUPK, dengan cara prioritas kepada BUMN atau badan usaha swasta bagi peningkatan nilai tambah di dalam negeri lewat program hilirisasi.
Ketujuh, pemerintah dapat melakukan penugasan kepada lembaga riset negara, lembaga riset daerah, BUMN, BUMD, dan badan usaha swasta untuk melakukan penyelidikan dan penelitian dan/atau kegiatan pengembangan proyek kepada wilayah penugasan.
Kedelapan, pelayanan perizinan berusaha melalui sistem pelayanan berusaha pertambangan mineral dan batu bara melalui online single submission (OSS).
Kesembilan, pelaksanaan audit lingkungan sebagai persyaratan perpanjangan KK, PKP2B, yang diperpanjang menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak perjanjian.
Kesepuluh, pengembalian lahan yang tumpang tindih, sebagian atau seluruh WIUP-nya kepada negara.
"Ini untuk memberikan kepastian hukum bagi IUP yang sampai sekarang tidak jelas. Dengan begitu negara bisa jalankan Pasal 33 UUD 1945 secara utuh," kata Bahlil.
Kesebelas, peningkatan komitmen pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dan penegasan perlindungan masyarakat adat.
Terakhir, memberikan waktu kepada pemerintah dalam jangka waktu paling lambat 6 bulan untuk menyelesaikan peraturan pelaksanaan dari undang-undang. (sap)