Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pengenaan PPN 12% hanya terhadap barang mewah diperkirakan hanya akan menghasilkan tambahan penerimaan senilai Rp3,2 triliun.
Menurut Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun, pemerintah telah mengorbankan potensi penerimaan PPN senilai Rp75 triliun demi mempertahankan daya beli masyarakat.
"Ini sebuah pilihan sulit yang harus diambil pemerintahan Bapak Presiden Prabowo Subianto demi rakyat kecil," katanya, dikutip pada Jumat (3/1/2025).
Barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak seperti barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, jasa tenaga kerja, jasa angkutan umum darat dan laut, hingga jasa sosial tetap dibebaskan dari pengenaan PPN.
"Semua barang dan jasa yang saya sebutkan di atas adalah menyangkut hajat hidup orang banyak dan dikonsumsi oleh masyarakat umum," ujar Misbakhun.
Mengingat tarif PPN sebesar 12% dalam UU PPN dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 131/2024 resmi berlaku mulai 1 Januari 2025, pemerintah perlu menggelar sosialisasi sehingga penerapannya bisa berjalan efektif.
Sebagai informasi, PMK 131/2024 menjadi landasan bagi pemerintah untuk memberlakukan tarif PPN sebesar 12% hanya atas barang mewah kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang selama ini sudah menjadi objek PPnBM.
Daftar BKP yang merupakan objek PPnBM tercantum dalam lampiran PMK 96/2021 s.t.d.d PMK 15/2023 dan lampiran PMK 141/2021 s.t.d.d PMK 42/2022.
Untuk BKP/JKP nonmewah, tarif PPN yang berlaku atas barang tersebut tetap sebesar 12%. Namun demikian, DPP yang digunakan adalah DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian.
Dengan demikian, tarif efektif PPN yang ditanggung masyarakat tetap sebesar 11% meski tarif umum PPN naik menjadi 12% sesuai Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN.
Namun, perlu dicatat, DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian dikecualikan atas BKP/JKP tertentu yang sudah dikenai PPN dengan DPP nilai lain atau PPN dengan besaran tertentu dalam PMK tersendiri. (rig)