Ilustrasi. Pekerja merapikan rokok Sigaret Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (12/12/2024). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Tarif PPN atas penyerahan produk hasil tembakau tetap naik meski pemerintah telah menerapkan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual atas penyerahan BKP/JKP tidak mewah melalui PMK 131/2024.
Mengingat DPP nilai lain atas penyerahan hasil tembakau telah diatur tersendiri dalam PMK 63/2022, penghitungan PPN atas penyerahan hasil tembakau dihitung menggunakan formula DPP nilai lain dalam PMK tersebut.
"Kalau rokok ya mengikuti skema yang sudah ada di PMK sekarang, dari 9,9% dikali harga jual eceran (HJE) menjadi 10,7% dikali HJE. Ikut ketentuan yang itu, tidak berubah," kata Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama, Kamis (2/1/2025).
Merujuk pada Pasal 4 ayat (1) PMK 63/2022, nilai lain yang digunakan untuk menghitung PPN atas penyerahan hasil tembakau adalah sebesar 100/(100+t) dikali HJE.
Dengan formula tersebut, tarif PPN yang berlaku atas penyerahan hasil tembakau pada 1 April 2022 hingga 31 Desember 2024 adalah 9,9%. Ketika tarif PPN resmi naik menjadi 12% pada tahun ini, tarif PPN atas penyerahan hasil tembakau adalah 10,7%.
PPN atas penyerahan hasil tembakau dipungut 1 kali pada tingkat produsen atau importir. PPN terutang pada saat produsen atau importir memesan pita cukai hasil tembakau.
Contoh penghitungan:
PT XYZ memesan pita cukai atas produksi 1 juta bungkus rokok sigaret kretek mesin (SKM) golongan II merk PQR. Setiap bungkus rokok PQR berisi 16 batang. Adapun HJE untuk SKM golongan II adalah Rp1.140 per batang.
Dengan demikian, total HJE yang menjadi dasar pengenaan PPN adalah 1 juta bungkus x 16 batang x Rp1.140 = Rp18.240.000.000. Dengan tarif PPN sebesar 10,7% maka PPN yang terutang atas penyerahan produk hasil tembakau adalah Rp1.951.680.000. (rig)