Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Coretax administration system mengubah mekanisme restitusi atas PPh yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut.
Merujuk pada Pasal 130 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2024, PPh yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut diminta kembali oleh pemotong atau pemungut dengan mengajukan permohonan.
"Dalam hal terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 yang terkait dengan PPh, pajak yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh pemotong atau pemungut pajak dengan mengajukan permohonan," bunyi Pasal 130 ayat (1) PMK 81/2024, dikutip Senin (2/12/2024).
Bila wajib pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan PPh tidak dapat ditemukan atau tidak dapat membetulkan SPT, permohonan restitusi atas PPh yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut diajukan oleh pihak yang dipotong atau dipungut.
"Dalam hal wajib pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): tidak dapat ditemukan yang dapat berupa pembubaran usaha; atau tidak dapat melakukan pembetulan SPT, permohonan diajukan oleh pihak yang dipotong atau dipungut," bunyi Pasal 130 ayat (11) PMK 81/2024.
Sebagai perbandingan, dalam peraturan sebelumnya yakni PMK 187/2015, PPh yang seharusnya tidak dipotong atau dipungut bisa langsung diminta kembali oleh wajib pajak dikenai pemotongan atau pemungutan PPh. Pengembalian diminta dengan mengajukan permohonan.
PMK 81/2024 telah diundangkan pada 18 Oktober 2024 dan dinyatakan baru mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Ketika PMK 81/2024 resmi berlaku, PMK 187/2015 tentang Tata Cara Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Dalam hal terdapat permohonan pengembalian pajak yang belum diselesaikan sampai dengan PMK 81/2024 mulai berlaku, pengembalian dilaksanakan sesuai dengan PMK 187/2015 dalam jangka waktu maksimal 1 bulan sejak PMK 81/2024 berlaku. (sap)