Seorang warga berjalan di dalam rumahnya di RW 12 Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, Jumat (8/11/2024). Pemerintah Kota Administratif Jakarta Pusat berencana melakukan bedah kawasan permukiman padat penduduk RW 12 Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, pada 2025 untuk meningkatkan kualitas hunian warga di kawasan tersebut. ANTARA FOTO/Fauzan/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta Kementerian Pekerjaan Umum menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) terkait dengan pembebasan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) serta retribusi persetujuan bangunan gedung (PBG).
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan pembebasan BPHTB dan retribusi PBG diperlukan untuk mendukung percepatan pembangunan 3 juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Tito menuturkan BPHTB dan retribusi PBG merupakan 2 jenis pungutan daerah yang bisa dibebaskan oleh pemerintah kabupaten (pemkab)/kota (pemkot) demi kepentingan MBR. Simak Pemda Diminta Hapus BPHTB dan Retribusi PBG untuk Proyek Rumah MBR.
Pembebasan BPHTB dilaksanakan berdasarkan Pasal 44 UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) serta Pasal 63 PP 35/2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (KUPDRD).
Melalui SKB tersebut, Tito menginstruksikan pemkab/pemkot untuk segera menetapkan peraturan kepala daerah tentang penghapusan BPHTB dan retribusi PBG guna melaksanakan pembangunan 3 juta rumah MBR.
Adapun SKB 3 menteri terkait dengan pembebasan BPHTB dan PBG bagi MBR itu pun menjadi sorotan dan banyak diberitakan media massa. Tengah ramai dibahas, sebenarnya apa sih yang dimaksud BPHTB dan PBG?
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan berarti perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Misalnya, perolehan hak atas rumah karena jual-beli.
Adapun BPHTB menjadi salah satu jenis pungutan yang harus dibayar ketika seseorang atau suatu perusahaan membeli tanah dan/atau bangunan, termasuk rumah. Pemungutan BPHTB merupakan wewenang pemkab/pemkot karena termasuk jenis pajak daerah.
Selain dari transaksi jual beli, BPHTB juga bisa menyasar perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan karena hibah, hibah wasiat, waris, hingga hadiah. Namun demikian, tidak semua perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan BPHTB.
Pemerintah sudah menetapkan jenis-jenis perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dikecualikan dari BPHTB. Merujuk Pasal 44 ayat (4) huruf ‘h’ UU HKPD, pengecualian tersebut di antaranya diberikan untuk MBR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perlu diperhatikan, BPHTB berbeda dengan pajak penghasilan (PPh) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (PHTB). Adapun PPh final PHTB (disebut juga PPHTB) merupakan pajak yang harus ditanggung oleh penjual dan pemungutannya menjadi wewenang pemerintah pusat.
Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)
Di Indonesia, kegiatan membangun gedung merupakan bagian dari kegiatan yang diatur secara administratif. Setiap orang bisa mendirikan gedung di wilayah Indonesia, tetapi harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah mengantongi PBG.
Merujuk UU HKPD, PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung.
PBG dapat diterbitkan apabila rencana teknis yang diajukan memenuhi standar teknis sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, untuk mendapat layanan penerbitan PBG maka seseorang harus membayar retribusi PBG.
Sebelumnya, retribusi PBG dikenal dengan istilah izin mendirikan bangunan (IMB). Serupa dengan PBG, IMB berarti izin yang dikeluarkan oleh kepala daerah bagi mereka yang ingin mendirikan, mengubah, memperluas, mengurangi atau merawat bangunan.
Adapun pergantian IMB menjadi PBG di antaranya diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) 16/2021. PP tersebut mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif mengenai PBG. Sementara itu, ketentuan pelaksanaan OBG diatur lebih lanjut dengan peraturan lain, di antaranya UU HKPD dan peraturan daerah (perda). (sap)