Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengembangan Ekosistem Alat Kesehatan Indonesia (HIPELKI) mengusulkan relaksasi persyaratan dalam mengajukan insentif pajak.
Ketua Umum HIPELKI Randy H. Teguh mengatakan insentif pajak dapat menjadi booster dalam mendorong pengembangan industri alat kesehatan. Sayangnya, kebanyakan pelaku industri kesulitan memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk menikmati insentif pajak tersebut.
"Agar ramai dimanfaatkan, menurut saya proses-prosesnya saja yang dipermudah," katanya, Selasa (26/11/2024).
Randy mengatakan Indonesia telah memiliki berbagai skema insentif pajak untuk mendukung industri alat kesehatan seperti tax holiday dan supertax deduction untuk kegiatan litbang. Sayangnya, persyaratan yang sulit menyebabkan belum banyak industri alat kesehatan memanfaatkan insentif pajak.
Misal pada tax holiday, syarat yang sulit dipenuhi industri alat kesehatan yakni nilai rencana penanaman modal baru paling sedikit Rp100 miliar. Sebab, investasi pada industri alat kesehatan rata-rata senilai Rp20 hingga Rp50 miliar.
Pemerintah memberikan insentif tax holiday dalam 2 kelompok, yakni 100% untuk investasi paling sedikit Rp500 miliar dan 50% untuk investasi Rp100 miliar hingga Rp500 miliar. Pengurangan pajak 50% inilah yang sering disebut mini tax holiday.
Randy menyebut industri alat kesehatan memerlukan skema insentif yang dapat melonggarkan arus kas. Apabila persyaratan dan prosedurnya dipermudah, dia meyakini banyak pelaku industri yang berminat memanfaatkannya.
Terlebih, pemerintah berencana mengimplementasikan implementasi coretax administration system yang bakal mengubah proses bisnis di bidang pajak pada tahun depan.
"[Pemberian] insentif akan sangat baik. Itu sangat mendorong, bisa menjadi doping atau booster untuk pertumbuhan industri," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berencana mengusulkan insentif pajak untuk penurunan harga berbagai obat dan alat kesehatan kepada Kementerian Keuangan. Namun, dia belum memerinci usulan insentif tersebut.
Harga obat dan alat kesehatan yang tinggi akan berdampak pada mahalnya tarif pelayanan kesehatan di Indonesia. Terlebih, untuk produk yang termasuk bahan medis habis pakai (BMHP) seperti peralatan infus.
Selain menurunkan harga, dia juga berharap pemberian insentif pajak mampu mendorong lebih banyak obat dan alat kesehatan diproduksi di dalam negeri. (sap)