Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Penjual aset kripto yang menyetorkan sendiri pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi aset kripto wajib melaporkannya melalui SPT Masa PPh Unifikasi.
Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 359 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2024. Adapun SPT Masa PPh Unifikasi tersebut harus dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
“PPh Pasal 22 ... bersifat final dan wajib disetor sendiri oleh penjual aset kripto dan dilaporkan melalui SPT Masa PPh Unifikasi,” bunyi Pasal 359 ayat (3) PMK 811/2024, dikutip pada Senin (25/11/2024).
Kewajiban pelaporan SPT Masa Unifikasi tersebut berkaitan dengan PPh atas transaksi aset kripto yang tidak dipungut oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE). PPMSE terkait dengan transaksi kripto tersebut salah satunya adalah exchanger.
PPMSE mestinya memungut PPh Pasal 22 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penjual asset kripto sehubungan dengan transaksi aset kripto. Penghasilan tersebut meliputi penghasilan dari seluruh jenis transaksi aset kripto yang dilakukan melalui sarana elektronik yang disediakan oleh PPMSE.
Namun, tidak semua PPMSE diwajibkan untuk memungut PPh Pasal 22. Adapun PPMSE dikecualikan sebagai pemungut PPh apabila hanya berfungsi sebagai e-wallet saja atau hanya mempertemukan penjual-pembeli tanpa memfasilitasi transaksi.
Dalam kondisi tersebut, penjual asset kripto harus menyetorkan sendiri PPh Pasal 22 yang terutang atas penghasilannya dari transaksi aset kripto. Atas PPh Pasal 22 yang telah disetorkan tersebut, penjual asset kripto juga harus melaporkannya melalui SPT Masa PPh Unifikasi.
Merujuk Pasal 359 ayat (5) PMK 81/2024, penjual asset kripto yang tidak memenuhi ketentuan penyetoran dan pelaporan SPT Masa PPh tersebut bisa dikenakan sanksi. Adapun sanksi yang dikenakan merujuk pada ketentuan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
“Penjual Aset Kripto yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) [penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 22] dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,” bunyi Pasal 359 ayat (5) PMK 81/2024
Ketentuan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 22 tersebut merupakan ketentuan baru yang dibawa PMK 81/2024. Sebelumnya, ketentuan PPN dan PPh atas transaksi perdagangan kripto diatur dalam PMK 68/2022.
Merujuk Pasal 22 ayat (5) PMK 68/2022, penjual aset kripto yang telah melakukan penyetoran PPh Pasal 22 dan mendapatkan validasi nomor transaksi penerimaan negara (NTPN) telah dianggap menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi.
“Penjual Aset Kripto yang melakukan penyetoran PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi sesuai dengan tanggal validasi,” bunyi Pasal 22 ayat (5) PMK 68/2022.
Perlu diingat, PMK 81/2024 baru mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Adapun PMK 81/2024 mengubah beragam ketentuan perpajakan, termasuk ketentuan pajak atas transaksi perdagangan kripto yang diatur dalam PMK 68/2022. Berlakunya PMK 81/2024 akan sekaligus mencabut PMK 68/2022.