Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti dalam Diskusi Kebijakan Perpajakan Kabinet Merah Putih IAI, Selasa (12/11/2024).
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan menyatakan peningkatan tax ratio di Indonesia memerlukan kerja keras dalam memperkuat sistem perpajakan.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan tax ratio di Indonesia masih tergolong kecil dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Menurutnya, tax ratio tersebut perlu terus ditingkatkan seiring dengan kebutuhan belanja pemerintah yang juga makin bertambah.
"Seiring dengan dinamika perekonomian global dan domestik, kita juga harus bekerja keras untuk memastikan sistem perpajakan kita tetap efisien, adil, dan transparan," katanya dalam Diskusi Kebijakan Perpajakan Kabinet Merah Putih IAI, Selasa (12/11/2024).
Nufransa mengatakan perpajakan memiliki peran krusial dalam perekonomian lantaran menjadi kontributor utama dalam membiayai program pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Target penerimaan perpajakan pun terus ditingkatkan setiap tahun.
Pemerintah Prabowo Subianto dalam Asta Cita telah menuliskan berbagai program prioritas sehingga dipastikan bakal menaikkan kebutuhan anggaran pemerintah. Pelaksanaan misi Asta Cita ini antara lain tecermin dari perubahan komposisi struktur kementerian/lembaga (K/L) pemerintahan yang dikukuhkan melalui Perpres 139/2024.
Pada Asta Cita juga tertulis komitmen pemerintah memperkuat reformasi politik hukum dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba, khususnya dalam reformasi tata kelola perpajakan. Dalam hal ini, Prabowo berupaya meningkatkan pendapatan negara, baik dari pajak maupun bukan pajak, untuk mendukung pemenuhan anggaran pemerintah.
Dengan implementasi kebijakan fiskal yang tepat, pemerintah diharapkan dapat mencegah kebocoran pendapatan negara di bidang SDA dan komoditas bahan mentah, serta menjalankan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi. Selain itu, reformasi perpajakan juga dibutuhkan agar menjadi stimulan yang lebih baik bagi dunia usaha untuk meningkatkan daya saing dan investasi.
Nufransa menyebut Kemenkeu, terutama Ditjen Pajak (DJP), juga siap menyesuaikan berbagai macam regulasi dan kebijakan untuk mendukung visi dan misi pemerintah Prabowo dan Kabinet Merah Putih.
"Sebagaimana diketahui, berbagai macam program strategis seperti swasembada pangan, pengadaan perumahan, perluasan lapangan kerja, tentu saja ini membutuhkan kebijakan perpajakan yang strategis yang nantinya juga akan disesuaikan dengan kebutuhan pada saat berjalannya pemerintahan," ujarnya.
Seiring dengan upaya meningkatkan kepatuhan pajak, Nufransa menjelaskan Kemenkeu tengah berfokus pada reformasi perpajakan yang lebih modern, digital, dan berbasis data. Hal itu antara lain diwujudkan melalui pengembangan implementasi coretax administration system yang diharapkan dapat meluncur pada awal 2025.
Menurutnya, kehadiran coretax system akan memberikan efisiensi dari sisi waktu dan tenaga dalam melakukan pekerjaan, baik dari sisi wajib pajak maupun petugas pajak. Dengan efisiensi waktu dan tenaga ini, pegawai pajak juga nantinya akan dapat direalokasikan pada core business perpajakan, yaitu pengawasan pemeriksaan dan penegakan hukum perpajakan.
Meski demikian, lanjutnya, perbaikan sistem perpajakan tidak hanya tergantung pada kebijakan yang tepat dari pemerintah. Sebab, peningkatan kepatuhan pajak juga membutuhkan dukungan dari semua pemangku kepentingan, termasuk akuntan dan profesi keuangan lainnya.
Sejalan dengan hal tersebut, pentingnya isu perpajakan di era pemerintahan Prabowo juga turut menjadi perhatian DDTC. Baru-baru ini, DDTC menerbitkan 4 buku terbaru yang dapat menjadi panduan bagi publik untuk belajar perpajakan dan memahami arah kebijakan ke depan.
Untuk Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran, buku ini relevan diletakkan dalam konteks Kabinet Merah Putih. Terlebih, gagasan penulis menyentuh agenda perpajakan yang telah diusung Prabowo-Gibran dalam 8 Program Hasil Terbaik Cepat, 17 Program Prioritas, ataupun Asta Cita.
Buku tersebut juga merupakan hasil kolaborasi ahli dan profesi, mulai dari praktisi pajak, akademisi, aparatur sipil negara (ASN), konsultan pajak, wiraswasta, jurnalis, karyawan swasta, hingga mahasiswa. Artinya, gagasan-gagasan kaya perspektif, baik dari sisi otoritas maupun wajib pajak sekarang dan masa depan.
Sebagai tambahan informasi, hingga saat ini, DDTC telah menerbitkan 27 buku. Rencananya, sampai dengan akhir 2024, DDTC akan melengkapinya menjadi 30 buku. Simak Susun dan Tinjau Kebijakan Pajak Kabinet Merah Putih, Baca 4 Buku DDTC. (sap)