Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) terus melakukan rangkaian pengujian terhadap coretax administration system (CTAS) sebelum resmi diluncurkan pada awal 2025. Uji coba ini dilakukan untuk memastikan implementasi coretax tidak terkendala teknis. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Kamis (7/11/2024).
Kasubdit Penyuluhan Perpajakan Direktorat P2Humas DJP Agus Budihardjo mengatakan pengujian coretax akan dilaksanakan hingga akhir 2024. Dia berharap coretax bisa berjalan tanpa kendala ketika mulai diterapkan pada awal tahun depan.
"Diharapkan bug dan error segala macam sudah selesai lha permasalahan itu. Saya tak bilang 100%, tetapi harus mendekati angka-angka tersebut supaya dapat diimplementasikan dengan baik oleh wajib pajak," katanya.
Agus menuturkan coretax bakal mengintegrasikan seluruh layanan perpajakan dalam satu sistem yang efisien dan user-friendly. Layanan perpajakan yang dimaksud antara lain pendaftaran, pelaporan, dan pembayaran.
Menurutnya, coretax dibangun untuk menggantikan sistem yang digunakan saat ini, yaitu Sistem Informasi Ditjen Pajak (SIDJP). Oleh karena itu, lanjutnya, diperlukan serangkaian uji coba sebelum peluncuran coretax.
CTAS akan mencakup 21 proses bisnis antara lain pendaftaran, pengelolaan SPT, pembayaran, data pihak ketiga, pengawasan kewilayahan atau ekstensifikasi, exchange of information, penagihan, taxpayer account management, dan compliance risk management (CRM).
Selanjutnya, ada pemeriksaan, pemeriksaan bukper dan penyidikan, business intelligence, document management system, data quality management, keberatan dan banding, nonkeberatan, pengawasan, penilaian, layanan edukasi, dan knowledge management.
"Kewajiban perpajakan nanti akan bisa dilaksanakan dengan jauh lebih efisien dengan coretax ini," ujar Agus.
Selain bahasan mengenai coretax system, ada pula pemberitaan lain mengenai kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menghapuskan piutang macet bagi UMKM, rencana kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025, hingga ketentuan mengenai jatuh tempo penyetoran pajak.
Sejalan dengan pengujian coretax system, DJP juga terus mengedukasi wajib pajak melalui berbagai saluran, antara lain koneksi intranet dengan metode hands-on, simulator terpandu, kelas pajak, serta video tutorial dan buku panduan (handbook).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan edukasi coretax system telah dilaksanakan dalam 4 tahap. Pertama, mengundang wajib pajak ke kanwil atau kantor pelayanan pajak (KPP), melalui metode hands on.
Kedua, membuka kelas pajak untuk wajib pajak dengan metode hands on. Ketiga, memanfaatkan simulator terpandu. Keempat, edukasi dengan melibatkan pihak ketiga seperti konsultan dan asosiasi. (DDTCNews)
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 79/2024 turut memerinci ketentuan kompensasi kerugian bagi wajib pajak yang merupakan kerja sama operasi (KSO).
Dalam Pasal 11 PMK 79/2024, ditegaskan bahwa bila KSO merugi, kerugian hanya bisa dikompensasikan oleh KSO. Kerugian tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan anggota KSO.
"Dalam hal penghasilan KSO setelah dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan didapat kerugian, kerugian tersebut hanya dapat dikompensasikan oleh KSO dan tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan anggota, termasuk kerugian saat KSO telah berakhir atau dibubarkan," bunyi Pasal 11 ayat (1) PMK 79/2024. (DDTCNews)
Presiden Prabowo Subianto menandatangani PP 47/2024 terkait dengan penghapusan piutang macet kepada UMKM. Kebijakan ini menyasar 3 bidang, yakni pertanian, perkebunan, dan peternakan; perikanan dan kelautan; serta UMKM lainnya seperti mode/busana, kuliner, industri kreatif, dan lainnya.
Menurut Prabowo, pelaku UMKM menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan keberlanjutan usaha. kebijakan ini diharapkan mampu memberikan dukungan bagi sektor-sektor yang berperan penting dalam ketahanan pangan dan perekonomian nasional.
Kebijakan ini akan menyasar sekitar 1 juta debitor dengan ketentuan piutang bagi badan usaha maksimal Rp500 juta dan perseorangan maksimal Rp300 juta. (DDTCNews/Harian Kompas)
PMK 81/2024 turut memperbarui ketentuan terkait dengan pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri (KMS).
KMS merupakan kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Bangunan yang dikenakan PPN KMS ialah 1 atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan beberapa kriteria. (DDTCNews)
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli memberi sinyal adanya kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025. Meski demikian, peraturan menteri terkait dengan hal tersebut masih digodok.
Yassierli mengatakan ihwal pengupahan ini telah dibahas bersama dengan Dewan Pengupahan Nasional dan Lembaga Kerja Sama Tripartit bersama unsur serikat pekerja dan pengusaha.
"Kata kuncinya meningkatkan penghasilan pekerja dengan memperhatikan dunia usaha," kata Yassierli. (Harian Kompas) (sap)