JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengatur ulang jatuh tempo pembayaran dan penyetoran beragam jenis pajak seiring dengan diterbitkannya PMK 81/2024. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan utama media nasional pada hari ini, Rabu (6/11/2024).
Menjelang penerapan coretax administration system, Kementerian Keuangan menyeragamkan jatuh tempo pembayaran dan penyetoran beragam jenis pajak, mulai dari PPh yang harus dibayar sendiri, PPh pemotongan/pemungutan (potput), PPN, hingga pajak karbon.
Berdasarkan Pasal 94 ayat (2) PMK 81/2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan, kebanyakan jenis pajak harus disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
"Wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan ... dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam UU KUP," bunyi Pasal 94 ayat (4) PMK 81/2024.
PPh yang harus dibayar dan disetorkan pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir antara lain PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, dan PPh migas yang dibayarkan setiap masa pajak.
Pada aturan sebelumnya, beberapa PPh yang diperoleh melalui skema pemotongan atau pemungutan (PPh Potput), seperti PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), dan PPh Pasal 15, disetorkan paling lambat tanggal 10.
Lebih lanjut, PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP dari luar daerah pabean, PPN atas kegiatan membangun sendiri, bea meterai yang dipungut pemungut bea meterai, pajak penjualan, dan pajak karbon yang dipungut pemungut pajak karbon juga harus disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa berakhir.
Namun, perlu dicatat, ada juga beberapa jenis pajak yang jatuh temponya bukan pada tanggal 15 berikutnya setelah masa pajak berakhir. Simak PMK 81/2024 Terbit, Coretax Seragamkan Tanggal Setor Pajak.
Selain topik di atas, ada pula ulasan peraturan terbaru, yaitu PMK No. 79/2024 tentang Perlakuan Perpajakan dalam Kerja Sama Operasi (KSO). Ada juga bahasan mengenai pertumbuhan ekonomi kuartal III/2024, usulan insentif untuk industri padat karya, dan lain sebagainya.
Selain mengatur ulang jatuh tempo pembayaran/penyetoran pajak, pemerintah juga akan memperbarui ketentuan mengenai kriteria wajib pajak yang tidak berkewajiban untuk melaporkan SPT. Perincian mengenai kriteria wajib pajak tersebut akan diatur dalam peraturan dirjen pajak.
Peraturan dirjen pajak tersebut disusun guna menindaklanjuti PMK 81/2024 yang bakal berlaku mulai tahun depan sejalan dengan penerapan coretax.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria wajib pajak PPh tertentu yang dikecualikan dari kewajiban pelaporan SPT ... ditetapkan oleh direktur jenderal pajak," bunyi penggalan Pasal 465 huruf s PMK 81/2024. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekonomi Indonesia pada kuartal III/2024 hanya mengalami pertumbuhan sebesar 4,95% secara tahunan.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan pertumbuhan ekonomi ini masih positif sejalan dengan aktivitas perekonomian domestik. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi ini juga sedikit lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu.
"Pertumbuhan ini sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan III/2023 yang tumbuh sebesar 4,49%," katanya. (DDTCNews/Kontan)
BPS mencatat tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2024 mencapai 4,91% atau terdapat 7,47 juta orang yang menganggur dari 152,11 juta angkatan kerja.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan jumlah angkatan kerja di Indonesia mengalami peningkatan sampai dengan 4,4 juta orang. Sementara itu, angka pengangguran turun sebanyak 390.000 orang.
"Angkatan kerja yang tidak terserap pasar kerja menjadi pengangguran, jumlahnya sebanyak 7,47 juta orang," katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah saat ini tengah berupaya untuk mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor padat karya. Salah satunya adalah menelurkan kebijakan yang tepat.
Untuk itu, pemerintah tengah mempersiapkan insentif khusus untuk sektor padat karya. Tujuannya adalah supaya sektor padat karya, termasuk di dalamnya industri tekstil, bisa menjaga stabilitas ketenagakerjaan di tengah tantangan ekonomi global.
“Pemerintah bakal memperhatikan kebijakan bagi sektor padat karya untuk 1 hingga 2 bulan ke depan. Intinya, pemerintah tengah mempersiapkan insentif apa yang dapat mendorong sektor padat karya,” tuturnya. (Kontan)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengimbau pengusaha yang menjadi anggota KSO untuk dapat mengikuti ketentuan terbaru dalam PMK 79/2024 tentang Perlakuan Perpajakan dalam KSO.
Dia menjelaskan penyusunan PMK 79/2024 dilatarbelakangi belum adanya pengaturan mengenai perlakuan perpajakan bagi bentuk pengaturan bersama berupa KSO dalam satu ketentuan peraturan yang komprehensif.
Selama ini, lanjutnya, aturan perpajakan mengenai KSO tersebar di berbagai produk hukum. Adapun produk hukum itu di antaranya Peraturan Pemerintah (PP) 44/2022 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-04/PJ/2020. (DDTCNews)