BERITA PAJAK HARI INI

Setelah PPh Final UMKM 0,5 Persen, Pilih Pembukuan atau Pencatatan?

Redaksi DDTCNews
Kamis, 10 Oktober 2024 | 09.31 WIB
Setelah PPh Final UMKM 0,5 Persen, Pilih Pembukuan atau Pencatatan?

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pelaku UMKM mulai diingatkan lagi bahwa periode pemanfaatan pajak penghasilan (PPh) final dengan tarif 0,5% akan berakhir pada tahun ini, khusus bagi mereka yang sudah memanfaatkan tarif tersebut sejak 2018. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Kamis (10/10/2024). 

Sesuai dengan PP 55/2022, skema PPh final UMKM dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi selama maksimal 7 tahun pajak. 

Bagi wajib pajak UMKM yang sudah tidak bisa lagi menggunakan PPh final 0,5%, masih ada 2 opsi penghitungan pajak terutang yang bisa dimanfaatkan. Pertama, memilih melakukan pembukuan. Kedua, tetap melakukan pencatatan dan menggunakan skema norma penghitungan penghasilan neto (NPPN). 

“Bagi wajib pajak yang sudah menggunakan tarif PPh final sejak 2018, mulai 2025 dapat memilih untuk menggunakan pembukuan atau menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN),” ujar Ditjen Pajak (DJP).

Apabila wajib pajak UMKM memilih menyelenggarakan pembukuan, pajak yang dibayar akan berdasarkan laba yang diperoleh. Wajib pajak yang memilih menyelenggarakan pembukuan juga diingatkan untuk mulai membayar angsuran PPh Pasal 25 pada tahun depan.

"Dalam hal wajib pajak orang pribadi yang tidak lagi menggunakan PPh final UMKM memilih untuk menyelenggarakan pembukuan maka wajib membayar angsuran PPh Pasal 25 mulai tahun pajak 2025," sebut Kementerian Keuangan dalam laporan APBN Kita.

Selanjutnya, bagi wajib pajak UMKM yang memilih menggunakan skema NPPN, sesuai dengan PMK 54/2021, perlu menyampaikan pemberitahuan kepada DJP paling lambat 3 bulan setelah tahun pajak berjalan. Jika pemberitahuan tidak disampaikan, wajib pajak UMKM orang pribadi harus melakukan pembukuan dan membayar pajak berdasarkan laba sebenarnya. 

Adapun mekanisme dalam menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma NPPN tersebut secara teknis dapat dilakukan dengan menyelenggarakan pencatatan.

Melalui skema NPPN, penghitungan penghasilan neto dilakukan dengan cara mengalikan angka persentase NPPN dengan peredaran bruto dari kegiatan usaha dalam 1 tahun pajak. Setelah itu, besaran penghasilan neto yang diperoleh dapat dikurangi terlebih dahulu dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk memperoleh besaran penghasilan kena pajak (PKP).

Kemudian, besaran pajak penghasilan (PPh) terutang dapat dihitung dengan mengalikan PKP dengan tarif umum berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh s.t.d.t.d UU HPP (tarif umum). 

Selain bahasan mengenai penghitungan pajak UMKM, ada pula pemberitaan lain yang menjadi headline pemberitaan pada hari ini. Di antaranya, skema restitusi dipercepat melalui coretax system, upaya pemerintah memungut pajak dari pengusaha, hingga desakan bagi pemerintah untuk menunda rencana kenaikan PPN menjadi 12% pada tahun depan. 

Berikut ini ulasan artikel perpajakan selengkapnya. 

Wacana Perpanjangan PPh Final UMKM

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu menyatakan masih mengevaluasi kebijakan insentif PPh final dengan tarif 0,5% bagi pelaku UMKM.

Kepala BKF Febrio Kacaribu mengatakan pemerintah rutin mengevaluasi kebijakan insentif pajak yang diberikan kepada masyarakat, termasuk PPh final 0,5% UMKM. Menurutnya, BKF masih menantikan arahan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenai perpanjangan periode PPh final 0,5% UMKM untuk wajib pajak orang pribadi.

"Nanti kami lihat arahan Bu Menteri. Memang itu pasti akan selalu kita evaluasi, sama seperti insentif-insentif yang lain pasti selalu akan kami evaluasi," katanya. (DDTCNews)

Cerita Sri Mulyani, Susah Pungut Pajak Pengusaha

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut upaya pengumpulan pajak bukanlah sesuatu yang mudah.

Sri Mulyani mengatakan target pendapatan negara terus mengalami kenaikan setiap tahun, termasuk dari sisi pajak. Menurutnya, kinerja penerimaan pajak yang positif juga layak mendapatkan apresiasi.

"Susah loh ngumpulin pajak. Kalau gampang ya tidak perlu tepuk tangan," katanya saat berbicara di depan pengusaha dalam BNI Investor Daily Summit 2024. (DDTCNews)

Coretax Teliti Otomatis Pengajuan Restitusi Dipercepat

Proses penyelesaian restitusi melalui coretax administration system bakal dilaksanakan dengan mempertimbangkan tingkat risiko kepatuhan wajib pajak.

Dalam modul pembayaran DJP disebutkan bahwa kehadiran coretax membuat permohonan restitusi dipercepat dapat diteliti langsung secara otomatis oleh sistem berdasarkan data yang tersedia pada SPT dan data yang ada di sistem DJP.

"Penelitian akan dilakukan sesuai ketentuan. Validasi dilakukan oleh sistem atas data pada SPT dan data yang tersedia di sistem DJP. Penelitian dapat dilakukan secara otomatis atau oleh petugas dengan mempertimbangkan parameter tertentu," tulis DJP. (DDTCNews)

Pegawai Bea Cukai Wajib Ikuti Teknologi

Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono menilai pengawasan kepabeanan secara global bakal makin kompleks seiring dengan perkembangan teknologi digital.

Menurutnya, kehadiran teknologi digital dapat memunculkan tantangan baru dalam pengawasan lalu lintas barang antarnegara. Oleh karena itu, seluruh kantor bea cukai di dunia perlu bekerja sama untuk mengantisipasinya.  

"Teknologi baru seperti big data, data analytics, blockchain, artificial intelligence, dan biometrik dapat menggantikan proses bisnis lama. Hal ini menuntut perlunya pengetahuan dan pelatihan baru bagi pegawai bea cukai di seluruh dunia," katanya dalam 4th WCO RTC Indonesia International Conference 2024. (DDTCNews)

Prabowo Pertimbangkan Tunda Kenaikan PPN 

Pemerintahan baru di bawah Prabowo Subianto membuka ruang untuk menunda kenaikan PPN menjadi 12% yang rencananya diterapkan mulai 2025. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan daya beli masyarakat yang kini menunjukkan perlemahan. 

Wakil Komandan Tim Kampanye Nasional Pemilih Muda (TKN Fanta) Prabowo-Gibran Anggawira mengungkapkan peluang penundaan kenaikan PPN akan dibarengi dengan pengurangan tarif pajak penghasilan (PPh) bagi kelas menengah. Formulasinya masih digodok oleh tim ekonomi Prabowo. 

"Program untuk kelas menengah ini termasuk juga memperluas akses kredit konsumsi dengan bunga rendah untuk meningkatkan daya beli," kata Anggawira. (Kontan) (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.