DITJEN PAJAK

DJP dan Kejaksaan Agung Teken Perjanjian Kerja Sama, Soal Apa?

Muhamad Wildan
Rabu, 02 Oktober 2024 | 11.43 WIB
DJP dan Kejaksaan Agung Teken Perjanjian Kerja Sama, Soal Apa?

Dirjen Pajak Suryo Utomo (kiri) dan Jaksa Agung Muda Perdata dan TUN (Jamdatun) R Narendra Jatna (kanan) dalam penandatanganan kerja sama.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) dan Kejaksaan Agung menandatangani perjanjian kerja sama terkait penanganan perkara perdata dan tata usaha negara (TUN).

Ruang lingkup perjanjian kerja sama meliputi pemberian bantuan hukum oleh jaksa pengacara negara dalam perkara perdata dan TUN; pemberian pendapat, pendampingan, dan audit hukum di bidang perdata dan TUN; serta tindakan hukum lainnya.

"Penandatanganan perjanjian kerja sama ini dilaksanakan sebagai bentuk tindak lanjut dari MoU antara Kementerian Keuangan dengan Kejaksaan RI pada tanggal 2 September 2020 tentang Koordinasi dalam Rangka Pelaksanaan Tugas dan Fungsi," kata Dirjen Pajak Suryo Utomo, Selasa (1/10/2024).

Dalam kesempatan agenda tersebut, Suryo menyampaikan terima kasih kepada Kejaksaan Agung yang telah membantu dan memberikan pendampingan dalam proses pengembangan coretax administration system.

Suryo berharap disepakatinya perjanjian kerja sama antara DJP dan Kejaksaan Agung dapat membantu koordinasi dan komunikasi antara pegawai DJP di lapangan dan kejaksaan.

Jaksa Agung Muda Perdata dan TUN (Jamdatun) R Narendra Jatna pun mengatakan coretax adalah salah satu sistem pengolahan data elektronik yang masuk dalam ranah perdata dan TUN. Narendra pun mengaku siap membantu DJP mengumpulkan dan mengoptimalkan penerimaan negara.

Untuk diketahui, kejaksaan memiliki peran penting dalam proses penegakan hukum di bidang perpajakan. Setelah DJP menyelesaikan proses pemeriksaan bukti permulaan (bukper), penegakan hukum akan dilanjutkan ke tahap penyidikan di kejaksaan.

Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan oleh kejaksaan dapat dihentikan dalam hal wajib pajak melunasi kerugian pada pendapatan negara ditambah dengan sanksi administrasi sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 44B ayat (2) UU KUP.

Penyidikan dihentikan maksimal dalam jangka waktu 6 bulan sejak surat permintaan disampaikan oleh Kementerian Keuangan. "Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan sepanjang perkara pidana tersebut belum dilimpahkan ke pengadilan," bunyi ayat penjelas dari Pasal 44B ayat (1) UU KUP. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.