Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) mengimbau seluruh wajib pajak cabang untuk segera melakukan pemusatan tempat PPN terutang. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Selasa (27/8/2024).
DJP menyatakan wajib pajak cabang akan terpusat secara otomatis ketika nomor pokok wajib pajak (NPWP) 16 digit resmi berlaku secara penuh. Untuk itu, wajib pajak diimbau melakukan pemusatan sejak saat ini agar terbiasa mengadministrasikan kewajiban pajaknya secara terpusat.
"Wajib pajak akan terpusat otomatis secara jabatan ketika NPWP 16 digit berlaku penuh. Disarankan agar segera melakukan permohonan pemusatan dari saat ini sehingga wajib pajak telah terbiasa untuk melakukan pemusatan," jelas DJP.
Sebagai informasi, DJP saat ini masih belum mengimplementasikan NPWP 16 digit secara penuh. Masa transisi dari NPWP 15 digit ke NPWP 16 digit telah diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-6/PJ/2024.
Merujuk pada PER tersebut, baik NPWP 15 digit maupun NPWP 16 digit, sama-sama bisa digunakan untuk memperoleh layanan administrasi pajak yang disediakan oleh DJP.
Wajib pajak dapat menggunakan NPWP 16 digit untuk 37 layanan antara lain akun DJP Online, info KSWP, e-bupot 21, e-bupot unifikasi, e-bupot unifikasi instansi pemerintah, serta e-objection, e-filing, rumah konfirmasi, dan e-PHTB DJP Online.
Kemudian, e-reporting investasi dan dividen, e-PHTB notaris, e-reporting PPS, e-SPOP, e-reporting insentif, fasilitas insentif, perpanjangan SPT Tahunan, service API e-faktur eksternal, PMSE eksternal, e-Pbk, e-SKD, e-faktur web dan dekstop.
Selanjutnya, VAT refund modal khusus, e-form orang pribadi, e-form badan, SPT Masa PPS Final, pelaporan investasi dealer utama, service PJAP laporan PMSE (API), e-filing PJAP (API), web billing internet, penyusutan dan amortisasi, serta pelaporan SPT bea meterai.
Lalu, SPT Masa PPN 1107 PUT, portal registrasi dan monitoring e-faktur PJAP, service PJAP faktur (API), e-SKTD, e-registration, dan e-nofa. Selain pada layanan-layanan yang telah disebutkan, wajib pajak hanya bisa menggunakan NPWP 15 digit.
"Layanan administrasi selain layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dimanfaatkan wajib pajak dengan menggunakan NPWP dengan format 15 digit," bunyi Pasal 2 ayat (4) PER-6/PJ/2024.
Selain isu pemusatan tempat PPN terutang, ada pula ulasan perihal imbauan Pengadilan Pajak kepada pemda untuk menggunakan e-tax court. Ada juga ulasan mengenai proyeksi tax ratio pada 2029 dan penyesuaian tarif cukai rokok pada 2025.
Tata cara pemberitahuan pemusatan tempat PPN terutang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2020 tentang Penetapan Satu Tempat atau Lebih Sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang.
Berdasarkan beleid tersebut, penyampaian pemberitahuan haruslah memenuhi persyaratan. Pertama, memuat nama, alamat, dan NPWP pengusaha kena pajak (PKP) pada tempat PPN terutang yang dipilih sebagai tempat pemusatan PPN terutang.
Kedua, memuat nama dan NPWP PKP pada tempat PPN Terutang yang akan dipusatkan. Ketiga, dilampiri surat pernyataan. Keempat, dilampiri surat kuasa khusus dalam hal pemberitahuan dilakukan oleh kuasa. (DDTCNews)
Sekretariat Pengadilan Pajak mendorong seluruh pemerintah daerah (pemda) untuk mulai menggunakan e-tax court dalam rangka mendukung upaya efisiensi administrasi sengketa pajak.
Menurut sekretariat, keberhasilan implementasi e-tax court sangat bergantung pada pemahaman para pihak yang bersengketa atas aplikasi tersebut. Tak hanya Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), pemda juga merupakan pihak terlibat langsung dalam sengketa pajak.
"Harapannya pemda sudah tidak lagi mengajukan banding/gugatan secara manual, tetapi sudah digitalisasi," kata Kepala Bagian Teknologi Informasi dan Komunikasi Sekretariat Pengadilan Pajak Mohamad Satria Effendi. (DDTCNews)
Pemerintah memperkirakan rasio perpajakan (tax ratio) Indonesia dalam jangka menengah masih akan stagnan di sekitar 10% dari PDB.
Merujuk pada proyeksi penerimaan pajak jangka menengah yang tercantum dalam Nota Keuangan RAPBN 2025, pemerintah memproyeksikan rasio perpajakan pada 2029 hanyalah sebesar 9,34% hingga 10,24%, utamanya berasal dari PPh, PPN, dan PPnBM.
"Namun, secara sektoral, penerimaan pajak diperkirakan terjadi pergeseran terutama pada sektor jasa yang mulai meningkat seiring dengan perubahan lanskap perekonomian nasional," tulis pemerintah dalam nota keuangan. (DDTCNews)
Komisi III DPR memulai rangkaian fit and proper test atas 9 calon hakim agung (CHA) dan 3 calon hakim ad hoc hak asasi manusia (HAM), termasuk 3 CHA kamar tata usaha negara (TUN) khusus pajak.
Fit and proper test diawali dengan pengambilan nomor urut dan pembuatan makalah oleh para CHA dan calon hakim ad hoc HAM. Pembuatan makalah dilaksanakan hari ini, Senin (26/8/2024) sedangkan fit and proper test sendiri akan dilaksanakan pada Selasa (27/8/2024) dan Rabu (28/8/2024).
"CHA membuat makalah dengan ketentuan dibuat paling banyak 5 halaman menggunakan kertas A4 dengan memilih salah satu judul dalam amplop tertutup yang disediakan. Jangka waktu pembuatan makalah paling lama 1 jam," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman. (DDTCNews)
Ditjan Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan pemerintah telah membahas penyesuaian tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok 2025. Sebab, tarif cukai rokok yang bersifat multiyears secara 2 tahunan (2023 - 2024) berakhir pada tahun ini.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto menyebut menteri keuangan akan membahas usulan tarif cukai rokok di tingkat Kemenko Perekonomian.
“Tentu sudah [dibahas dengan Kemenko Perekonomian], tetapi hasil akhir pembahasan pemerintah dan DPR kan belum maka kita tunggu saja,” ujarnya. (Bisnis Indonesia/Kontan)
Pemerintah memasang target penerimaan pajak yang tinggi sebesar Rp2.189,3 triliun pada 2025. Target tersebut bakal menantang di tengah kondisi perekonomian global yang lesu, ekonomi domestik yang stagnan, dan menurunnya daya beli masyarakat.
Target penerimaan pajak itu tertuang dalam Dokumen Nota Keuangan dan RAPBN 2025 yang disusun pemerintahan Joko Widodo. Meskipun disusun pada rezim saat ini, yang menjalankannya kelak adalah rezim Prabowo Subianto.
Dengan target tersebut, untuk pertama kalinya, target penerimaan pajak melampaui Rp2.000 triliun. Sebagai perbandingan, awal kepemimpinan Jokowi pada 2015, target setoran pajak ialah Rp1.294,3 triliun, naik 31,3% dibandingkan dengan realisasi pajak pada 2014. (Kompas)