Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) mengatur dokumen yang digunakan sebagai bukti pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan hasil tembakau.
Pengaturan tersebut tertuang dalam Perdirjen Pajak PER-4/PJ/2024. Berdasarkan beleid itu, bukti pemungutan PPN atas penyerahan hasil tembakau dibuat dengan menggunakan Dokumen Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau (Dokumen CK-1).
“Dokumen CK-1 adalah dokumen cukai yang digunakan produsen dan/atau importir untuk mengajukan pemesanan pita cukai hasil tembakau yang telah diberikan nomor oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai,” bunyi Pasal 1 angka 9, PER-4/PJ/2024, dikutip pada Sabtu (18/5/2024).
PER-4/PJ/2024 juga menegaskan dokumen CK-1 termasuk dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak. Sebagai bukti pemungutan PPN, produsen dan/atau importir wajib membuat dokumen tersebut saat memesan pita cukai hasil tembakau.
Produsen dan/atau importir hasil tembakau dapat melaporkan PPN yang seharusnya terutang dalam dokumen CK-1 sebagai pajak keluaran dalam SPT Masa PPN. Dokumen CK-1 tersebut juga harus disimpan sebagai bagian dari kewajiban penyimpanan dokumen lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Sebagai informasi, Dirjen Pajak Suryo Utomo menetapkan Peridjen Pajak PER-4/PJ/2024 pada 19 April 2024. Perdirjen tersebut mengatur ketentuan seputar pelaksanaan administrasi pemungutan dan pelaporan PPN atas penyerahan hasil tembakau.
DJP merilis beleid tersebut untuk memberikan kepastian penerapan PPN atas penyerahan hasil tembakau. Hal ini berkaitan dengan adanya penyesuaian ketentuan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak (DPP) atas penyerahan hasil tembakau semenjak diterbitkannya UU HPP dan PMK 63/2022.
“Hasil tembakau adalah hasil tembakau yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai,” bunyi Pasal 1 angka 3 PER-4/PJ/2024.
Melalui PER-4/PJ/2024, DJP kembali menegaskan pengenaan PPN atas penyerahan hasil tembakau baik yang dibuat di dalam negeri maupun dibuat di luar negeri. Adapun hasil tembalau yang dikenakan PPN tersebut merupakan hasil tembakau yang wajib dilekati pita cukai.
PPN atas penyerahan hasil tembakau tersebut dipungut 1 kali oleh 2 pihak. Pertama, produsen yang menyerahkan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri. Kedua, importir yang menyerahkan hasil tembakau yang dibuat di luar negeri.
Produsen dan/atau importir yang melakukan pemungutan PPN tersebut merupakan produsen dan/atau importir yang telah dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak (PKP) atau seharusnya dikukuhkan menjadi PKP.
Adapun PPN atas penyerahan hasil tembakau tersebut terutang pada saat produsen dan/atau importir melakukan pemesanan pita cukai hasil tembakau. PPN atas penyerahan hasil tembakau tersebut dihitung sebesar 9,9% dari harga jual eceran (HJE) hasil tembakau.
Namun, apabila tarif PPN 12% telah berlaku maka PPN atas penyerahan hasil tembakau dihitung sebesar 10,7% dari HJE hasil tembakau. Atas pemungutan PPN tersebut produsen dan/atau importir wajib membuat bukti pemungutan PPN.
Nah, bukti pemungutan tersebut menggunakan dokumen CK-1. Melalui PER-4/PJ/2024, DJP juga telah memberikan contoh kasus dan pelaporan Dokumen CK-1 pada SPT masa PPN yang tercantum pada lampiran. (sap)