Suasana anjungan lepas pantai Yakin Field Daerah Operasi Bagian Selatan (DOBS) Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT), Kalimantan Timur, Senin (25/3/2024). Hingga Maret 2024, PHKT mencatatkan angka produksi minyak sebesar 9.044 barel minyak per hari (BOPD) dan gas sebesar 28,784 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Spt.
JAKARTA, DDTCNews - Biaya operasi yang dikeluarkan oleh kontraktor migas bisa diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan bruto dalam rangka bagi hasil migas dalam penghitungan penghasilan kena pajak.
Biaya operasi tersebut mencakup biaya eksplorasi, biaya eksploitasi, dan biaya lainnya. Perlu dicatat, seluruh biaya operasi yang bisa dibiayakan itu harus dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelhiara penghasilan (3M).
"... dan terkait langsung dengan kegiatan operasi perminyakan di wilayah kerja (WK) kontraktor yang bersangkutan di Indonesia," bunyi Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) 53/2017 yang mengatur tentang aspek perpajakan migas dengan kontrak gross split, dikutip pada Senin (22/4/2024).
Selain itu, ada beberapa syarat lain yang perlu dipenuhi agar biaya operasi migas bisa jadi pengurang penghasilan bruto.
Pertama, biaya operasi menggunakan jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan apabila tidak dipengaruhi hubungan istimewa. Apabila ada hubungan istimewa maka menggunakan jumlah yang seharusnya dikeluarkan sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa berdasarkan ketentuan UU PPh.
Kedua, operasi perminyakan dilaksanakan sesuai dengan kaidah praktik bisnis dan ketentikan yang baik. Ketiga, kegiatan operasi perminyakan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana kerja yang telah disetujui kepala SKK Migas.
Selanjutnya, PP 53/2017 juga mengatur persyaratan yang harus dipenuhi agar biaya yang dikeluarkan yang terkait langsung dengan operasi perminyakan bisa dibiayakan.
Pertama, untuk biaya penyusutan hanya atas barang dan peralatan yang digunakan untuk operasi perminyakan yang menjadi milik negara.
Kedua, untuk biaya langsung kantor pusat yang dibebankan ke proyek di Indonesia yang berasal dari luar negeri hanya untuk kegiatan yang tidak dapat dikerjakan oleh lembaga dalam negeri, tidak dapat dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia, dan tidak rutin.
Ketiga, untuk pemberian imbalan sehubungan dengan pekerjaan kepada karyawan/pekerja dalam bentuk natura/kenikmatan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Keempat, untuk pemberian sumbangan bencana alam atas nama pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Kelima, untuk pengeluaran biaya pengembangan masyarakat dan lingkungan yang dikeluarkan pada masa eksplorasi dan eksploitasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Keenam, untuk pengeluaran remunerasi tenaga kerja asing pada Kontraktor Kontrak Bagi Hasil, besaran remunerasi tidak melampaui batasan yang ditetapkan oleh menteri.
Ketujuh, untuk pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor pusat dengan beberapa syarat. Ketiga syarat tersebut adalah digunakan untuk menunjang usaha atau kegiatan di Indonesia; kontraktor menyerahkan laporan keuangan konsolidasi kantor pusat yang telah diaudit dan dasar pengalokasiannya; dan besarannya tidak melampaui batasan pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor pusat yang ditetapkan oleh menteri. (sap)