Petugas PT Pos Indonesia (Persero) menyerahkan alat penanak nasi (rice cooker) yang diberikan gratis kepada warga penerima bantuan di Kampung Pulo Empang, Kelurahan Paledang, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/1/2024). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/pras.
JAKARTA, DDTCNews - Dewan Energi Nasional (DEN) menilai program transisi energi semestinya lebih menyasar masyarakat menengah ke atas. Sekjen DEN Djoko Siswanto menjelaskan masyarakat menengah ke atas memiliki daya beli yang lebih baik sehingga proses transisi bisa dilakukan tanpa ada hambatan finansial.
Argumen yang disampaikan DEN cukup kuat. Pasalnya, program transisi energi memang butuh modal yang tidak sedikit. Misalnya, penggunaan kompor listrik yang membutuhkan konsumsi listrik tidak sedikit atau konsumsi pertamax turbo dengan harga yang lebih mahal dari BBM dengan oktan yang lebih rendah.
"Transisi energi harusnya dimulai dari orang menengah ke atas, orang yang sudah mampu menggunakan kompor listrik, yang sudah mampu membeli pertamax turbo. Kini ada bensin sawit, harganya per liter cuma Rp15.000, RON 120 yang jauh lebih baik kualitasnya dari pertamax turbo yang harganya Rp15.350. Kompor induksi harusnya juga dimulai dari masyarakat yang mampu," kata Djoko dikutip pada Kamis (18/1/2024).
Djoko mengungkapkan program kompor induksi (listrik) harusnya diberikan kepada masyarakat yang ekonominya mampu. Dia beralasan, masyarakat miskin masih memiliki daya beli yang rendah. Artinya, penggunaan kompor induksi juga tidak akan optimal.
"Bensin juga begitu, karena masyarakat miskin daya belinya masih rendah jadi ya ga mulai-mulai transisi sampai sekarang, angkanya rendah terus," lanjut Djoko.
Djoko menginformasikan bahwa program pembagian kompor induksi yang sempat dihentikan akan dikaji kembali untuk kembali dilaksanakan.
"Jadi kemarin yang sempat dihentikan coba dikaji lagi, dimulai lagi. Dimulai yang bisa kita laksanakan. Mudah-mudahan kompor induksi bisa dimulai lagi," ungkap Djoko.
Lebih lanjut, Djoko mengatakan, sambil menunggu hasil kajian pemberian kompor listrik, pemerintah menggantinya dengan memberikan alat memasak nasi listrik (rice cooker). Pemerintah menilai pengadaan rice cooker lebih murah dan produknya bisa dipakai langsung oleh masyarakat yang menerima.
"Permen ESDM-nya sudah keluar untuk pembagian rice cooker 500.000 tergetnya. Kenapa rice cooker? Karena itu paling bisa dimplentasikan. Kita tinggal beli, harganya juga lebih murah dari kompor listrik, dengan harga di bawah satu juta [rupiah] bisa dapat lebih banyak," jelas Djoko. (sap)