Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan diberlakukannya imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan sebagai objek pajak penghasilan (PPh) melalui UU PPh s.t.d.t.d UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tidaklah bertentangan dengan konstitusi.
Permohonan pemohon yang meminta MK untuk menyatakan bahwa pengenaan pajak atas natura dan kenikmatan berupa fasilitas kesehatan bertentangan dengan UUD 1945, dinilai tidak beralasan menurut hukum.
"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan MK Nomor 67/PUU-XXI/2023, dikutip pada Rabu (17/1/2024).
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih ketika membacakan pertimbangan hukum dari Putusan Putusan MK Nomor 67/PUU-XXI/2023 menuturkan permohonan pemohon yang meminta pengecualian dari objek PPh khusus untuk fasilitas kesehatan sesungguhnya sudah tercakup dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d angka 5 UU PPh.
Meski Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh menyatakan imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan adalah objek PPh, tetapi kenyataannya tidak seluruh imbalan berbentuk natura dan kenikmatan menjadi objek PPh sebagaimana dimaksud dalam dalil pemohon.
"Dalam kaitan ini, Pasal 4 ayat (3) huruf d angka 5 UU PPh sebagaimana dimuat dalam Pasal 3 angka 1 UU 7/2021 telah menentukan pula bahwa natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu dikecualikan sebagai objek pajak," ujar Enny.
Pengecualian atas natura dan kenikmatan dalam bentuk fasilitas kesehatan dari objek PPh telah dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 66/2023.
Dalam PMK tersebut telah ditegaskan fasilitas kesehatan dari pemberi kerja bukanlah objek pajak sepanjang diterima oleh pegawai dalam rangka penanganan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kedaruratan penyelamatan jiwa, atau perawatan dan pengobatan lanjutan sebagai akibat dari kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat kerja.
"Artinya, kekhawatiran pemohon mengenai tidak adanya pengecualian pengaturan objek PPh telah terjawab," tutur Enny. (rig)