Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 168/2023, pemerintah mengatur mekanisme pemotongan PPh Pasal 21 atas bonus yang diterima mantan pegawai.
Pasal 3 PMK 168/2023 menyatakan penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 termasuk mantan pegawai. Kemudian, Pasal 12 ayat (8) menjelaskan dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 untuk mantan pegawai yaitu sebesar jumlah penghasilan bruto.
"PPh Pasal 21 yang wajib dipotong bagi mantan pegawai…dihitung menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (8)," bunyi Pasal 16 ayat (6) PMK 168/2023, dikutip pada Senin (8/1/2024).
PMK 168/2023 menjelaskan penghasilan atau imbalan yang diterima atau diperoleh mantan pegawai dapat berupa jasa produksi; tantiem; gratifikasi sebagaimana diatur dalam UU PPh; bonus; dan imbalan lain yang bersifat tidak teratur.
Lampiran beleid tersebut juga memuat contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas bonus yang diterima oleh mantan pegawai. Berikut ilustrasinya:
Pada 1 April 2024, Tuan O berhenti bekerja dari PT L karena telah memasuki usia pensiun. Pada 1 Oktober 2024, Tuan O masih menerima atau memperoleh penghasilan jasa produksi tahun 2023 dari PT L senilai Rp60 juta.
Besaran PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan jasa produksi yang diterima atau diperoleh Tuan O dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dikalikan dengan jumlah penghasilan bruto.
Besarnya pemotongan PPh Pasal 21 atas jasa produksi yang diterima atau diperoleh Tuan O pada Oktober 2024 adalah senilai 5% x Rp60 juta = Rp3 juta.
Pada Oktober 2024, PT L selanjutnya harus memotong PPh Pasal 21 Tuan O senilai Rp3 juta dan membuat bukti pemotongannya untuk Tuan O. Kemudian, Tuan O wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT L dalam SPT Tahunan 2024.
PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT L senilai Rp3 juta merupakan kredit pajak dalam SPT Tahunan 2024 Tuan O. (rig)