KEPATUHAN PAJAK

Rasio Kepatuhan Melaporkan SPT Tahunan Meningkat Jadi 88 Persen

Muhamad Wildan
Rabu, 03 Januari 2024 | 14.30 WIB
Rasio Kepatuhan Melaporkan SPT Tahunan Meningkat Jadi 88 Persen

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mencatat rasio kepatuhan formal wajib pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan pada 2023 mencapai 88%.

Dari total 19,4 juta wajib pajak yang berkewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan, hanya 17,1 juta wajib pajak yang telah menunaikan kewajiban tersebut pada tahun lalu.

"Wajib pajak yang kami expect menyampaikan SPT ada 19,4 juta. Sampai dengan akhir tahun 2023 kemarin, sudah 88% wajib pajak yang sudah menyampaikan SPT," kata Dirjen Pajak Suryo Utomo, dikutip pada Rabu (3/1/2024).

Dengan demikian, rasio kepatuhan formal pada 2023 mampu melampaui rasio pada tahun-tahun sebelumnya. Pada 2022, rasio kepatuhan formal wajib pajak dalam menyampaikan SPT adalah sebesar 86,8%.

Pada 2021, rasio kepatuhan formal tercatat 84,07%. Sementara itu, rasio kepatuhan pada 2020 dan 2019 masing-masing sebesar 77,63% dan 73,06%.

Sebagai informasi, setiap wajib pajak memiliki kewajiban untuk mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas. SPT tersebut disampaikan oleh wajib pajak ke kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar atau melalui saluran elektronik yang disediakan oleh DJP.

Wajib pajak kehilangan kewajiban untuk melaporkan SPT apabila wajib pajak dimaksud sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif. Wajib pajak ini disebut sebagai wajib pajak non-efektif.

Sebelum menjadi wajib pajak non-efektif, wajib pajak tersebut perlu mendapatkan penetapan sebagai wajib pajak non-efektif dari KPP baik berdasarkan permohonan maupun secara jabatan.

Terdapat 11 kriteria wajib pajak yang bisa mendapatkan status wajib pajak non-efektif. Pertama, wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang secara nyata tidak lagi melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Kedua, wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan penghasilannya di bawah PTKP.

Ketiga, wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan penghasilannya di bawah PTKP yang memiliki NPWP untuk digunakan sebagai syarat administratif antara lain guna memperoleh pekerjaan atau membuka rekening keuangan.

Keempat, wajib pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang telah dibuktikan menjadi subjek pajak luar negeri sesuai dengan peraturan perpajakan dan tidak bermaksud meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

Kelima, wajib pajak yang mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan belum diterbitkan keputusan.

Keenam, wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT dan/atau tidak ada transaksi pembayaran pajak baik melalui pembayaran sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain, selama 2 tahun berturut-turut.

Ketujuh, wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan mengenai kelengkapan dokumen pendaftaran NPWP. Kedelapan, wajib pajak yang tidak diketahui alamatnya berdasarkan penelitian lapangan.

Kesembilan, wajib pajak yang diterbitkan NPWP cabang secara jabatan dalam rangka penerbitan SKPKB PPN atas kegiatan membangun sendiri.

Kesepuluh, instansi pemerintah yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak namun belum dilakukan penghapusan NPWP.

Kesebelas, wajib pajak selain yang disebutkan di atas yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif tetapi belum dilakukan penghapusan NPWP. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.