Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak dapat menyampaikan permohonan pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) P5L apabila mengalami kerugian komersial dan kesulitan likuiditas selama 2 tahun berturut-turut.
PBB P5L mencakup PBB sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan minyak dan gas bumi (migas), pertambangan panas bumi, pertambangan mineral dan batu bara (minerba), serta sektor lainnya. Ketentuan ini sebagaimana diatur dalam PMK 129/2023.
“Wajib pajak yang mengalami kesulitan dalam melunasi kewajiban pembayaran PBB P5L…yaitu wajib pajak yang mengalami kerugian komersial dan kesulitan likuiditas selama 2 tahun berturut-turut.,” demikian bunyi Pasal 3 ayat (4) PMK 129/2023, sebagaimana dikutip pada Selasa (26/12/2023).
Kerugian komersial berarti kondisi ketidakmampuan wajib pajak untuk menghasilkan laba operasi bersih karena jumlah beban operasi melebihi jumlah laba kotor. Sementara itu, kesulitan likuiditas berarti kondisi ketidakmampuan wajib pajak dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar.
Kerugian komersial dan kesulitan likuiditas tersebut merupakan kerugian komersial dan kesulitan likuiditas pada di antara 2 waktu. Pertama, akhir tahun buku sebelum tahun pengajuan permohonan pengurangan PBB P5L, dalam hal wajib pajak menyelenggarakan pembukuan.
Kedua, akhir tahun kalender sebelum tahun pengajuan permohonan pengurangan PBB P5L, dalam hal wajib pajak melakukan pencatatan. Terdapat 6 jenis objek PBB P5L yang dapat diberikan pengurangan karena wajib pajak yang mengalami kesulitan dalam pelunasan.
Pertama, sektor perkebunan. Kedua, sektor perhutanan pada hutan alam (selain areal produktif) dan hutan tanaman. Ketiga, sektor pertambangan migas, selain tubuh bumi eksploitasi yang mempunyai hasil produksi.
Keempat, sektor pertambangan panas bumi, selain tubuh bumi eksploitasi yang mempunyai hasil produksi. Kelima, sektor pertambangan minerba, selain tubuh bumi operasi produksi yang mempunyai hasil produksi. Keenam, sektor lainnya, selain perikanan tangkap dan pembudidayaan ikan yang terdapat hasil produksi.
Pengurangan PBB P5L dapat diberikan paling tinggi 75% dari PBB yang masih harus dibayar dalam SPPT atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) PBB. Wajib pajak perlu mengajukan permohonan pengurangan PBB kepada Dirjen Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat objek pajak terdaftar.
Wajib pajak dapat mengirimkan permohonan pengurangan PBB itu secara langsung, melalui pos, jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, atau secara elektronik. Permohonan tersebut dapat diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterima SPPT, 1 bulan sejak diterima SKP PBB, atau 1 bulan sejak SK Pembetulan atas SPPT/SKP PBB diterima.
Permohonan PBB tersebut harus memenuhi 4 syarat. Pertama, 1 permohonan untuk 1 SPPT/SKP/STP PBB. Kedua, permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan besarnya persentase PBB yang dimohonkan dengan disertai alasan permohonan.
Ketiga, permohonan ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya. Keempat, permohonan dilampiri dengan dokumen pendukung. Selain itu, wajib pajak juga harus memperhatikan 4 ketentuan yang harus dipenuhi agar dapat mengajukan pengurangan PBB. Simak "Syarat Pengurangan PBB-P5L bagi WP yang Rugi dan Kesulitan Likuiditas". (sap)