Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Bank tetap harus menyimpan data lama Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) nasabah. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (7/8/2023).
Ditjen Pajak (DJP) mengatakan meskipun mulai 1 Januari 2024 diberlakukan NPWP 16 digit untuk semua layanan administrasi perpajakan, kebijakan penyimpanan data lama NPWP 15 digit dalam administrasi perbankan tetap berlaku.
“Masih berlaku sesuai dengan ketentuan Pasal 28 ayat 11 UU KUP,” tulis DJP dalam laman resminya.
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain, termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online, wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia.
Sebagai informasi, sesuai dengan PMK 112/2022, format baru NPWP ada 3. Pertama, untuk wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk menggunakan NIK. Penduduk adalah warga negara Indonesia (WNI) dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
Kedua, bagi wajib pajak orang pribadi bukan penduduk, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah menggunakan NPWP format 16 digit. Ketiga, bagi wajib pajak cabang menggunakan NITKU. Simak ‘Wajib Pajak Perlu Tahu! Begini Ketentuan Format Baru NPWP’.
Selain mengenai efek dari penggunaan NPWP 16 digit pada perbankan, masih ada pula ulasan terkait dengan penyusutan bangunan permanen yang mempunyai masa manfaat lebih dari 20 tahun.
DJP memberikan penjelasan mengenai pengisian Bank Wide Customer Information (BWCIF) pada masa transisi implementasi penuh penggunaan NIK sebagai NPWP orang pribadi.
Jika formulir pembukaan rekening untuk BWCIF saat ini masih memiliki 2 elemen nomor indentitas nasabah orang pribadi WNI, NPWP bisa tidak dimasukkan lagi. Namun, bank harus telah memiliki hak akses dengan Dukcapil untuk melakukan validasi data NIK nasabah.
“Maka NPWP tidak diperlukan lagi untuk diinput oleh nasabah dan data NIK tersebut menggantikan isian NPWP bagi nasabah orang pribadi WNI,” tulis DJP dalam laman resminya. Simak pula ‘NIK Jadi NPWP, Bagaimana Bank Input Data Nasabah dalam BWCIF?’. (DDTCNews)
Dirjen Pajak Suryo Utomo menuturkan DJP saat ini tengah mengerjakan berbagai perubahan untuk memudahkan wajib pajak dalam menunaikan kewajiban membayar pajak. Reformasi ini dilaksanakan dari berbagai sisi, termasuk administrasi.
Salah satu contohnya adalah pemadanan NIK sebagai NPWP orang pribadi. Integrasi NIK sebagai NPWP ini nantinya lebih memudahkan wajib pajak dalam mengakses layanan pada DJP. (DDTCNews)
Sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) PMK 72/2023, jika bangunan permanen mempunyai masa manfaat melebihi 20 tahun, penyusutan dilakukan dalam bagian yang sama besar dengan masa manfaat 20 tahun atau sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak.
Jika atas bangunan permanen yang dimiliki dan digunakan sebelum tahun pajak 2022 telah disusutkan dengan masa manfaat 20 tahun, wajib pajak dapat memilih penyusutan sesuai masa manfaat sebenarnya.
Jika memilih penyusutan dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan dan belum menyampaikan pemberitahuan, wajib pajak dapat menyampaikannya paling lambat 30 April 2024. Simak ‘Contoh Penyusutan Bangunan Permanen Masa Manfaat Lebih dari 20 Tahun’. (DDTCNews)
DJP telah melakukan pencegahan ataupun perpanjangan pencegahan terhadap sebanyak 436 penanggung pajak sepanjang tahun lalu. Pencegahan dilakukan terhadap penanggung pajak dengan nilai utang pajak minimal Rp100 juta yang diragukan itikad baiknya dalam melunasi tunggakan pajak.
"Pencegahan dilakukan untuk memberikan deterrent effect pada penanggung pajak, khususnya bagi penanggung pajak yang mempunyai keperluan untuk ke luar negeri baik untuk urusan bisnis maupun berlibur,” sebut DJP dalam Laporan Keuangan 2022.
Secara keseluruhan, total utang pajak dari 436 penanggung pajak yang dilakukan pencegahan atau perpanjangan pencegahan mencapai Rp2,31 triliun. Dari jumlah itu, hanya 23 penanggung pajak yang melunasi tunggakan pajaknya. Pencairan piutang tercatat senilai Rp65,65 miliar. (DDTCNews)
Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Nusantara Dhony Rahajoe menyatakan UU 3/2022 tentang Ibu Kota Negara perlu direvisi guna menyelesaikan masalah tumpang tindih kewenangan.
Dhony mengatakan risiko pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke IKN tidak kecil. Menurutnya, risiko tersebut hanya dapat dimitigasi jika Otorita IKN memiliki kewenangan yang cukup dan tidak berbenturan dengan kewenangan kementerian lain.
"Risiko teknisnya itu tinggi. Enggak bisa kalau kami tidak diberikan kewenangan. Tidak bisa kalau kewenangan ini berbenturan terus dengan undang-undang sektoral," katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menilai pemenuhan ketentuan kepabeanan bagi pelaku perjalanan dari luar negeri akan lebih mudah apabila menggunakan electronic customs declaration (e-CD).
Setiap pelaku perjalanan dari luar negeri memiliki kewajiban untuk patuh terhadap ketentuan kepabeanan. Salah satunya adalah kewajiban untuk menyampaikan pemberitahuan pabean atas barang bawaan penumpang melalui customs declaration.
"[e-CD] bisa di-download, bisa diisi sebelum naik pesawat, dan nanti tidak perlu antre untuk menyerahkan itu di bea cukai. Ini sesuatu yang sangat bagus yang bisa dirasakan progresnya," ujar Kepala Subdirektorat Penerimaan Direktorat Penerimaan dan Perencanaan Strategi DJBC Lupi Hartono. (DDTCNews) (kaw)