Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menegaskan hanya fasilitas kesehatan yang diterima oleh pegawai dan terkait dengan pekerjaan yang dikecualikan dari objek PPh.
Bila natura dan kenikmatan berupa fasilitas kesehatan diberikan dalam rangka menangani penyakit-penyakit yang tidak terkait dengan pekerjaan, natura dan kenikmatan tersebut adalah objek PPh bagi karyawan yang menerima.
"Kalau contoh memang penyakit bawaan itu tidak masuk dalam konteks natura yang merupakan nonobjek PPh," ujar Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama, Kamis (6/7/2023).
Yoga mengatakan penentuan natura dan kenikmatan berupa fasilitas kesehatan yang dikecualikan dari objek PPh pada PMK 66/2023 mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai risiko kesehatan yang dijamin oleh pemberi kerja. "Jadi ini disinkronkan ke sana yang terkait pekerjaan," ujar Yoga.
Secara lebih terperinci, fasilitas kesehatan yang dikecualikan dari objek PPh melalui PMK 66/2023 hanya fasilitas kesehatan dalam rangka penanganan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kedaruratan penyelamatan jiwa, atau perawatan dan pengobatan lanjutan akibat kecelakaan kerja.
"Kalau penyakit bawaan, mohon maaf, tidak termasuk dalam konteks dikecualikan dari objek PPh bagi penerimanya," ujar Yoga.
Untuk diketahui, natura dan kenikmatan resmi menjadi objek PPh seiring dengan diundangkannya UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Secara umum, UU HPP mengatur hanya 5 jenis natura dan kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh yakni makanan dan minuman bagi seluruh pegawai, natura dan kenikmatan di daerah tertentu, natura dan kenikmatan yang harus disediakan untuk pelaksanaan kerja.
Kemudian, natura dan kenikmatan yang bersumber dari APBN/APBD/APBDes, dan natura dan kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu. PMK 66/2023 resmi diundangkan pada 27 Juni 2023 dan mulai berlaku sejak 1 Juli 2023. (sap)