Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi.
JAKARTA, DDTCNews - Praktik penghindaran pajak dengan modus splitting atau memecah jumlah barang kiriman dari luar negeri terus meningkat. Ditjen Bea Cukai terus menggencarakan penindakan berbasis teknologi informasi.
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan modus memecah barang menjadi beberapa pengiriman praktiknya terus meningkat. Pada 2018 otoritas kepabeanan menjaring 72.592 consignment note (CN) atau dokumen pengiriman barang melakukan modus splitting. Jumlahnya kemudian naik menjadi 140.863 CN yang terjaring hingga September 2019.
"Kita menerapkan program antisplitting yang pada 2018 nilai penindakan mencapai Rp4 miliar dan hingga September 2019 nilai penerimaan negara yang berhasil diamankan mencapai Rp28,05 miliar," katanya di Kantor Pusat Ditjen Bea Cukai, Jumat (27/9/2019).
Heru menjabarkan untuk modus splitting barang kiriman, pedagaang nakal memanfaatkan aturan de minimus dalam PMK No.112/2018 yang bebas bea masuk untuk barang berniai US$75 dolar untuk satu penerima per satu hari.
Sebagian barang yang terjaring program antisplitting ini merupakan barang konsumsi seperti arloji, sepatu, bagian dari perangkat elektronik dan gawai model terbaru.
Pelaku usaha nakal itu, sambung Heru, mencoba memanfaatkan celah pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka imppor yang antara lain tarif bea masuk sebesar 7,5%, PPN 10% dan PPh 22 Impor 10%.
Untuk menangkal hal tersebut, Ditjen Bea Cukai memanfaat teknologi informasi untuk bisa mengindentifikasi modus splitting yang dilakukan oleh pedagang.
"Program kita sudah menggunakan AI (artificial intelligence) dari situ bisa dideteksi modus splitting karena pada akhirnya tujuannya akan mengarah kepada satu orang penerima," paparnya.
Selain itu, Heru juga menjelaskan adanya pergeseran modus splitting dari barang kiriman menjadi barang bawaan penumpang. Hal ini kemudian tercermin dari semakin intensnya penindakan aparat bea cukai terhadap pelanggaran atas barang kiriman yang dibawa oleh penumpang.
"Program antisplitting ini sudah jalan dan kami lihat adanya pergeseran modus menjadi splitting menggunakan orang yang langsung beli barang lewat jastip tadi karena setiap penumpang bebas bea masuk dan pajak dalam rangka impor lebih besar yakni US$500," imbuhnya. (Bsi)