Hadi Poernomo saat memberikan paparan dalam diskusi bertajuk 'Quo Vadis Indonesia' di Museum Nasional, Rabu (7/8/2019).
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) dinilai sudah waktunya naik kelas menjadi badan yang terpisah dari Kemenkeu. Makin besarnya tanggung jawab pengelolaan data dan informasi menjadi salah satu alasan.
Hal tersebut dilontarkan mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo dalam diskusi kebangsaan bertajuk 'Quo Vadis Indonesia', hari ini, Rabu (7/8/2019). Menurutnya, DJP sudah tidak cocok lagi sebagai unit eselon I di Kemenkeu karena kewenangannya yang cukup besar dalam pengelolaan data dan informasi.
“Di era keterbukaan informasi keuangan saat ini, [tugas] masih dilakukan oleh lembaga selevel eselon I. Seharusnya level kementerian-lah yang mampu karena pajak itu harus naik supaya menampung kekuatan dan kewenangan sekarang ini,” katanya di Museum Nasional.
Lebih lanjut, mantan Ketua BPK tersebut menjelaskan makna kewenangan DJP yang besar itu termaktub dalam Pasal 35A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Dalam pasal tersebut, mitra otoritas pajak dalam urusan pemberian informasi berada pada level kementerian.
Dengan dimulainya akses dan pertukaran informasi yang diperoleh oleh otoritas pajak, menurut Hadi, keadaan saat ini tidaklah ideal. Sebagai pemimpin komando atas era keterbukaan informasi, saat ini, posisi struktur organisasi DJP lebih rendah ketimbang mitra lembaga negara lain yang wajib menyetor data.
Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain. Pemerintah, sambungnya, harus membuat posisi otoritas pajak setara dalam konteks pelaksanaan tugas yang krusial. Tugas yang krusial itu menyentuh akses data dan informasi dalam kapasitas tugas mengumpulkan penerimaan negara.
“DJP harus naik kelas karena tidak ada pilihan lain,” tegasnya.
Selain untuk mendongkrak kinerja otoritas pajak, pemisahan DJP dari Kemenkeu juga untuk membagi tugas besar yang diemban menteri keuangan. Fungsi penerimaaan dan belanja idealnya dilakukan terpisah sehingga proses bisnis bisa dilakukan secara efektif dan efisien.
“Kalau DJP tidak menjadi badan, saya khawatir tren 13 tahun terakhir yang gagal terus penerimaannya akan berlanjut. Itu faktanya. Apalagi, harus ada pemisahan fungsi antara penerimaan dan pengeluaran supaya fokus,” jelas Hadi. (kaw)