Ilustrasi logo DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Permintaan pelaksanaan Mutual Agreement Procedure (MAP) bisa diajukan oleh Dirjen Pajak. Dalam tujuan apa Dirjen Pajak bisa mengajukan permintaan tersebut?
Sesuai pasal 2 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan No.49/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (MAP), permintaan itu dapat diajukan untuk (dalam rangka) beberapa aspek penting.
Pertama, menghindari pengenaan pajak berganda sebagai akibat koreksi penentuan harga transfer yang telah dilakukan oleh Dirjen Pajak dengan mengusulkan penyesuaian besarnya penghasilan kena pajak (corresponding adjustment) wajib pajak (WP) dalam negeri mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Kedua, menindaklanjuti permohonan kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement/APA) yang diajukan oleh WP dalam negeri termasuk pemberlakuannya untuk tahun pajak sebelum periode kesepakatan harga transfer.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pembentukan dan pelaksanaan kesepakatan harga transfer (APA). Ketiga, menafsirkan ketentuan dalam P3B.
Seperti diberitakan sebelumnya, permintaan pelaksanaan MAP dapat diajukan oleh WP dalam negeri, Warga Negara Indonesia (WNI) melalui Dirjen Pajak, Dirjen Pajak, atau otoritas pajak mitra P3B melalui pejabat berwenang mitra P3B sesuai dengan ketentuan dalam P3B.
Permintaan yang diajukan oleh Dirjen Pajak dan otoritas pajak mitra P3B dapat dilakukan bersamaan dengan permohonan WP dalam negeri untuk mengajukan beberapa upaya. Pertama, keberatan (pasal 25 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP)).
Kedua, permohonan banding (Pasal 27 UU KUP). Ketiga, pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar (Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP). Jika permintaan pelaksanaan MAP diajukan bersamaan dengan pengajuan permohonan ketiga upaya itu, materi yang diajukan permintaan pelaksanaan MAP harus tercakup dalam materi sengketa yang diajukan dalam permohonan itu.
Seperti diberitakan sebelumnya, PMK No.49/PMK.03/2019 yang diundangkan dan mulai berlaku pada 26 April 2019 ini mencabut PMK No.240/PMK/03/2014. Beleid baru ini diterbitkan agar pencegahan dan penanganan sengketa perpajakan internasional lebih efektif. (kaw)