PERLAKUAN PERPAJAKAN E-COMMERCE

Waduh, 1,6 Juta Pelaku Usaha Berpotensi Hengkang dari Marketplace

Redaksi DDTCNews
Senin, 14 Januari 2019 | 17.40 WIB
Waduh, 1,6 Juta Pelaku Usaha Berpotensi Hengkang dari Marketplace

Ilustrasi tampilan penjualan barang lewat media sosial. 

JAKARTA, DDTCNews – Sekitar 1,6 juta pelapak online berpotensi hengkang dari platform marketplace jika Kementerian Keuangan tetap kukuh menerapkan beleid baru terkait perlakuan perpajakan transaksi e-commerce.

Ketua Umum Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengaku sudah mulai berhitung dampak dari kebijakan baru yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 210/PMK.010/2018. Setidaknya, ada 1,6 pelapak berpotensi hengkang karena aturan wajib ber-NPWP.

Data awal tersebut bersumber dari komposisi pelapak yang sekitar 80%-nya didominasi UMKM. Survei idEA menyebut setengah dari pelapak tersebut tidak mengerti aturan perpajakan yang berlaku. Segmen ini, lanjut Untung, sangat sensitif untuk bermigrasi ketika mulai dipusingkan dengan urusan pajak.

“Sekitar 80% itu UMKM dan setengahnya tidak mengerti perpajakan. Kalau begitu, berarti 40% pedagang akan rontok. Kalau setiap marketplace rata-rata punya 4-5 juta seller maka akan ada 1,6 juta yang rontok,” katanya, Senin (14/1/2019).

Estimasi awal idEA itu, menurutnya, tidak bisa dianggap remeh. Dia menegaskan upaya mengumpulkan penjual dalam satu marketplace bukan perkara yang mudah. Apalagi, dalam satu marketplace sudah ada jutaan penjual barang dan jasa.

Selain itu, PMK 210/2018 yang lebih terasa untuk pengaturan untuk e-commerce melalui platform marketplace ketimbang media sosial juga menjadi fokus perhatian asosiasi. Dia menyebut porsi terbesar aktivitas perdagangan secara elektronik sejauh ini justru didominasi melalui media sosial.

“Data kami menunjukkan, persentase jualan di media sosial itu mencapai 95%. Sementara, [transaksi melalui] marketplace itu baru 19% dari total aktivitas ekonomi digital,” katanya.

Dengan demikian, dia berpendapat Kementerian Keuangan salah alamat ketika memprioritaskan pengaturan secara spesifik bagi platform marketplace terkait pemungutan pajaknya. Potensi besar penerimaan justru ada di media sosial yang metode transaksinya beraneka ragam.

“Beberapa waktu lalu, idEA kirim jumlah pengusaha kena pajak (PKP) ke Ditjen Pajak. Persentasenya tidak lebih dari 20% dari seller e-commerce,” imbuh Untung. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.