Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan menggunakan campuran rezim nail down dan prevailing untuk kewajiban perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak usaha pertambangan batu bara. Topik ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Rabu (26/12/2018).
Pemberlakuan campuran dua rezim itu akan tertuang dalam peraturan pemerintah (PP) terkait dengan perlakuan perpajakan dan/atau penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam usaha pertambangan batubara.
Seperti diketahui, berbeda dengan rezim nail down yang memiliki tarif tetap, rezim prevailing justru memiliki tarif sesuai dengan aturan perpajakan yang berlaku.
Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa media nasional juga masih menyoroti perubahan skema perpajakan dan royalti PT Freeport Indonesia (PTFI) setelah sahamnya sekitar 51.23% diakuisisi oleh holding BUMN pertambangan PT Inalum.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyuguhkan informasi terkait kenaikan alokasi pembiayaan proyek infrastruktur melalui penerbitan surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk pada 2019.
Berikut ulasan berita selengkapnya:
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Rofyanto Kurniawan mengatakan PP) terkait dengan perlakuan perpajakan dan/atau penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam usaha pertambangan batubara ditarget berlaku mulai awal 2019.
Tidak semua komponen tarif menggunakan rezim nail down. Beberapa komponen akan menggunakan rezimprevailing sehingga dapat berubah ketika ada perubahan regulasi. Pengusaha batubara khususnya pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) akan berubah status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
“PP-nya mudah-mudahan bisa segera terbit, awal 2019. Beberapa pajak nail down dan beberapa prevailing,” ujarnya tanpa menjelaskan lebih lanjut detail pembagian komponen tarif.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan dengan rezim nail down, negara akan mendapatkan penerimaan lebih tinggi dari PTFI dalam jangka panjang. Apalagi, jika ada penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) dalam revisi Undang-Undang (UU) PPh.
“Jadi nanti kalau ada perubahan UU PPh yang tarif PPh-nya turun, mereka [PTFI] tetap membayar 25%,” katanya.
PTFI akan membayar PPh 25%, pajak pertambahan nilai (PPN) 10%, serta royalty untuk tembaga sebesar 4% dan emas 3,75%. Skema pajak ini tidak berlaku bagi perpajakan daerah. Peraturan perpajakan daerah akan segera keluar tersendiri.
Alokasi project financing sukuk pada tahun depan mencapai Rp28,43 triliun, meningkat dari posisi tahun ini Rp22,53 triliun. Otoritas mengatakan sejak 2013, pemerintah terus memperbesar alokasi tersebut untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur.
Pemerintah secara konsisten memberikan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) lebih dini selama 2 tahun terakhir. Dengan hal ini, pemerintah berharap ada percepatan proses penyerapan anggaran yang lebih optimal dan cepat. (kaw)