JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah saat ini tengah menyusun revisi atas UU No.36/2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Beragam isu pun mencuat, salah satunya adalah wacana pemajakan atas laba ditahan (retained earnings).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara menyatakan hal tersebut bisa memberikan implikasi negatif bagi iklim usaha di dalam negeri. Pasalnya, bila jadi diberlakukan berpotensi merugikan wajib pajak.
"Namanya laba sudah kena pajak, kalau dipajaki lagi jadi seperti double taxation.” katanya di Kompleks Parlemen, Senin (9/7).
Karena itu, dia menyatakan revisi beleid ini dilakukan secara hati-hati. Menurutnya, kebijakan fiskal dibuat terutama di sektor pajak bukan hanya soal penerimaan tapi juga memberikan dampak positif kepada perekonomian.
"Prinsip pemerintah adalah terus mendorong investasi dari berbagai sumber, seperti kredit perbankan, investasi luar negeri, termasuk laba ditahan," terangnya.
Atas dasar itu, kebijakan pajak akan diarahkan untuk mendorong kegiatan ekonomi berkembang, bukan semata mengumpulkan penerimaan semaksimal mungkin. Karena itu, RUU PPh juga akan membicarakan insentif pajak.
"Kalau insentif kita bicarakan dalam konteks insentif secara umum bukan pajak atas laba ditahan. Kalo insentif maka dalam kontekstax holiday, tax allowance dan super deduction yang sekarang masih digodok," ungkap Suahasil.
Seperti yang diketahui, paket reformasi perpajakan sudah digaungkan pemerintah sejak mulai bertugas pada 2014 silam. Kini, baru RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang sudah masuk parlemen untuk dibahas.
Sementara itu, revisi atas UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) masih berada di tangan pemerintah jelang berakhirnya masa tugas administrasi Jokowi-JK di tahun depan. (Amu)