JAKARTA, DDTCNews – Era keterbukaan informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan/Automatic Exchange of Information (AEoI) resmi bergulir tahun ini. Kerja sama global ini diyakini dapat menekan praktik penghindaran dan pengelakan pajak (tax avoidance & tax evasion).
Potensi lonjakan penerimaan karena adanya kapatuhan sukarela dari wajib pajak menjadi poin penting dari penerapan pertukaran informasi lintas negara/yurisdiksi ini. Namun, belum ada hitung-hitungan resmi dari Direktorat Jenderal Pajak terkait potensi kenaikan penerimaan pajak dari penerapan AEoI tahun ini.
"Belum ada soal itu, analisis potensinya masih kami lakukan," kata Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak DJP Yon Arsal saat dihubungi DDTCNews, Selasa (8/5).
Dia menyebutkan saat ini dari segi kapatuhan wajib pajak sudah menunjukan perbaikan. Misalnya untuk wajib pajak badan, di mana per 30 April 2018 mencapai 664 ribu pelaporan atau naik 11,23% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 597 ribu.
Seperti yang diketahui, Kementerian Keuangan juga sedang gencar mereformasi sistem perpajakan yang melibatkan Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai dengan lima pilar. Meliputi perbaikan di bidang struktur organisasi, SDM, teknologi informasi dan basis data, proses bisnis, dan peraturan perundang-undangan. Targetnya selesai tahun 2020 dengan harapan bisa mengoptimalkan penerimaan pajak melalui institusi perpajakan yang kuat, kredibel dan akuntabel.
Ini juga merupakan salah satu syarat menyambut era keterbukaan informasi di mana aspek keamanan data menjadi hal yang krusial bagi otoritas pajak. Pasalnya, dalam banyak contoh pertukaran informasi antar negara sangat efektif untuk mendongkrak penerimaan pajak.Â
Sebagai contoh, di periode 2010-2014 Swedia membuat hampir 400 permintaan pertukaran informasi dengan jumlah total penerimaan pajak yang bisa dipungut mencapai 330 juta krona Swedia. Australia juga pernah mengajukan hal serupa dengan 400 permintaan dan pajak yang berhasil diselamatkan (tax recovered) mencapai AU$326 juta.
Sebagai informasi, penerimaan negara tahun 2018 diproyeksikan sebesar Rp1.894,7 triliun, meliputi penerimaan perpajakan sebesar Rp1.618,1 triliun, penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp275,4 triliun dan hibah sebesar Rp1,2 triliun. Sementara itu, target penerimaan pajak naik 23% dari tahun sebelumnya menjadi Rp1.242, 7 triliun, sehingga dibutuhkan upaya ekstra untuk memenuhi target penerimaan pajak tahun ini. (Amu)