BERITA PAJAK HARI INI

Juknis AEoI Terbit, Pemberian Data Palsu Bisa Berujung Pemeriksaan

Redaksi DDTCNews
Jumat, 04 Mei 2018 | 09.35 WIB
Juknis  AEoI Terbit, Pemberian Data Palsu Bisa Berujung Pemeriksaan

JAKARTA, DDTCNews – Terbitnya aturan teknis akses informasi keuangan untuk kepentingan pajak mewarnai media nasional pagi ini, Jumat (4/5). Hal ini termuat dalam Surat Edaran Nomor 7/PJ/2018 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Pendaftaran Lembaga Keuangan dan Pengelolaan Pelaporan Informasi Keuangan Secara Otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI).

Aturan ini diterbirkan untuk tertib administrasi dan menciptakan keseragaman dalam proses pengelolaan pendaftaran lembaga keuangan dan pelaporan informasi keuangan. Dalam hal terjadi ketidakbenaran atau kebohongan, Ditjen Pajak dapat menindaklanjutinya melalui prosedur pemeriksaan dan penyidikan.

Kabar lainnya masih dari Ditjen Pajak yang menilai industri manufaktur sangat berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Perbaikan industri ini menjadi sinyal baik terhadap peningkatan penerimaan pajak.

Berikut ringkasannya:

  • Pemberian Data Pajak Palsu Bisa Berujung Pemeriksaan:

Salah satu poin penting dalam SE ini adalah prosedur pengawasan kebenaran isi laporan. Terdapat dua mekanisne, yaitu mekanisme pengawasan kebenaran isi pelaporan dalam rangka pelaksanaan perjanjian internasional dan kebenaran isi laporan dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. Direktur P2 Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan laporan lembaga keuangan bisa diperiksa kebenarannya berdasarkan data yang dimiliki otoritas pajak dari pihak lain, seperti otoritas atau yurisdiksi lain.

  • Industri Manufaktur Dorong Penerimaan Pajak:

Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Yon Arsal mengatakan industri manufaktur berkontribusi terbesar dibanding dengan sektor lain. Sinyal dari industri tersebut pun cukup positif. Penerimaan pajak dari sektor ini pada triwulan pertama 2018 mencapai Rp63,91 triliun atau tumbuh 16,72% dibanding periode sama tahun 2017 yang hanya tumbuh 8,3%. Kontribusi industri manufaktur terhadap penerimaan pajak sebanyak 28,1% dari total keseluruhan penerimaan pajak Maret 2018.

  • Belanja Pendidikan Tinggi, Output Kecil

Sektor pendidikan Indonesia dinilai belum dapat menghasilkan output yang memuaskan, meskipun dari sisi alokasi belanja dan insentif pajak sudah cukup besar diberikan. Tahun ini, alokasi pendidikan dianggarkan Rp444,1 triliun atau 20% dari total belanja negara. Namun, berdasarkan Programme for International Student Assessment (PISA), ranking Indonesia berada di posisi ke-62 dari 72 negara anggota OECD. Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan sektor pendidikan juga sudah didukung dengan mendapat insentif pajak berupa pengecualian pajak, berupa PPh dan PPN.

  • Investasi dan Serapan Pekerja Loyo:

Upaya pemerintah menurunkan angka pengangguran dari 5,4% (2017) menjadi 5,0%-5,3% (2018) terhalang karena realisasi dan penyediaan lapangan kerja pun turut menurun. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi triwulan pertama 2018 mencapai Rp185,3 triliun, lalu hanya terserap 201.239 tenaga kerja. Sejak tahun 2013, serapan itu menjadi yang terendah kedua setelah triwulan pertama 2017 yang hanya terserap 194.134 tenaga kerja. Penyediaan lapangan kerja tahun ini pun lebih rendah dari rata-rata 2013-2017 yang mencapai 363.263 orang.

  • Percepat Subsidi BBM Tanpa Melobi DPR:

Pemerintah berencana untuk mengambil cara tercepat untuk menyesuaikan subsidi BBM yang baru saja direncanakan dan anggarannya pun akan semakin ditambah. Pemerintah menilai penyesuaian itu akan memakan waktu yang terlalu lama jika melobi DPR untuk memasukkan penambahan anggaran subsidi BBM ke dalam RAPBNP 2018. Tapi pemerintah hanya memiliki 2 opsi, yaitu penambahan subsidi dengan mengubah pagu dan melalui RAPBNP 2018, atau peningkatan subsidi tanpa mengubah pagu. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.