JAKARTA, DDTCNews – Undang-undang No 9/2017 tentang Akses Informasi Keuangan digugat ke Mahkamah Konstitusi. Bukan kali pertama ini saja aturan yang memungkinan pembukaan data nasabah industri keuangan untuk keperluan pajak digugat. Sebelumnya, saat masih berstatus sebagai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1/2017 juga pernah digugat ke MK meski berujung dicabut pada November 2017.
Fernando M Manulang mengajukan uji materi UU ini ke MK pada 22 Desember 2017. Rencananya sidang pertama uji materi ini akan digelar pekan depan, Rabu (9/1). Pria yang menjadi dosen di Universitas Indonesia ini mengatakan Ditjen Pajak tidak memiliki hak konstitusional membuka data nasabah perbankan. Sebab, berdasarkan UU Perbankan, yang berhak membuka data nasabah adalah Kementerian Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia.
Lebih lanjut, dia menilai aturan ini bertentangan dengan konvensi internasional dan bertentangan dengan UUD 1945. Misalnya, Pasal 28D UUD 1945 mengenai perlindungan dan kepastian yang diterima tiap warga negara di hadapan hukum. Selain itu, aturan ini berpotensi merugikan masyarakat. Sebab dapat dipastikan lembaga keuangan secara sengaja maupun tidak sengaja akan melepaskan tanggung jawab untuk menjaga rahasia nasabah. Â
Berita lainnya masih terkait tentang uji materi UU Informasi Perpajakan dimana ada lima poin penting dalam uji materi tersebut. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Undang-Undang No 9/2017 tentang Akses Informasi Keuangan akan digelar uji materinya di Mahkamah Konstitusi pekan depan. Berikut lima poin dari uji materi tersebut. Pertama adalah pengesahan Perppu 1/2017 dan akhirnya menjadi UU No 9/2017 atas dasar kepentingan yang memaksa dan dinilai merupakan kekeliruan. Kedua ialah sebab alasan kegentingan yang memaksa adalah kekosongan hukum, adalah akibat persetujuan Republik Indonesia terhadap Convention on Mutual Administrative Asssistance in Tax Matters as amended by the Protocol amending the Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters. Ini adalah konvensi yang dipromosikan OECD. Ketiga, konvensi internasional ini harus disahkan ke dalam undang-undang melalui proses ratifikasi. Penetapannya tanpa proses ratifikasi akan mengundang kecurigaan. Keempat, pembukaan rekening bank di dalam negeri berkaitan dengan urusan pajak juga telah diatur oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 25/POJK.03/2015 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 125/PMK.010/2015 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi. Kelima, UU ini dapat ditafsirkan memberikan kewenangan tambahan kepada otoritas perpajakan untuk membuka seluruh rekening yang ada di dalam negeri.
Meski bersiap dengan uji materi di Mahkamah Konstitusi pekan depan, pengamat perpajakan, Bawono Kristiaji menilai paket undang-undang tersebut merupakan modal penting dalam rangka optimalisasi setoran pajak. Menurutnya, UU No 9/2017 adalah modal efektif untuk memetakan potensi pajak. Selain itu, aturan ini bisa meningkatkan kepatuhan serta mengikis shadow economy yang jadi persoalan fundamental pajak Indonesia. Informasi AEoI dan data dari program pengampunan pajak menjadi modal utama penerimaan pajak. Pasalnya, Ditjen Pajak bisa mengintip 510.000 rekening dengan nilai di atas Rp1 miliar yang simpanannya mencapai Rp3.385 triliun. Selain itu, aktifnya Indonesia dalam AEoI maka Ditjen Pajak bisa mengejar dana wajib pajak Indonesia yang selama ini diparkir di luar negeri dan tidak dilaporkan dalam SPT.
Pemerintah yakin bisa menerapkan pungutan bea masuk untuk barang-barang digital atau barang tak berwujud (intangible goods) yang berasal dari luar negeri. Untuk itu, Kementerian Keuangan mengaku terus menggodok rencana tersebut. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, saat ini Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang bea masuk barang digital tengah dalam proses finalisasi. Dia menyebut akan ada rapat dengan Dirjen Bea Cukai untuk finalisasi aturan terkait e-commerce ini. Rencananya dalam pekan depan aturan tersebut sudah siap untuk dirilis.
Setelah menunda mekanisme penerbitan faktur elektronik bagi pembeli yang tidak memiliki Nomor Poko Wajib Pajak (NPWP) pada akhir tahun lalu, Ditjen Pajak akan mengimplementasikanaturan penerbitan faktur tersebut pada awal Mei 2018. Aturan yang dikeluarkan pada akhir tahun lalu ditujukan untuk melindungi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang telah patuh. Ke depannya, pelaku usaha tidak perlu merisaukan terkait keadilan dalam berusaha. Menurut Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama banyak wajib pajak orang pribadi yang membeli barang dalam jumlah besar dan tentunya untuk diolah atau diperjualbelikan kembali, tetapi mengaku tidak memiliki NPWP. Akibatnya, sebagian pengusaha yang memiliki NPWP, membayar pajak dan menjadi PKP, sedangkan sebagian lainnya tetap tidak mau masuk ke dalam sistem perpajakan. (Amu)