JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) memberikan penegasan terkait dengan pengkreditan pajak masukan pada era coretax administration system. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (21/2/2025).
Dalam keterangan tertulis nomor KT-08/2025, DJP menyampaikan 5 poin utama yang perlu diketahui wajib pajak perihal pengkreditan pajak masukan dalam masa pajak yang tidak sama setelah penerapan coretax system.
Menurut DJP, pajak masukan bisa dikreditkan pada masa pajak berbeda karena Pasal 9 ayat (2) dan ayat (9) UU PPN memperbolehkan hal tersebut. Selain itu, tidak ada pasal dalam PMK 81/2024 yang eksplisit melarang pengkreditan pajak masukan pada masa pajak berbeda.
"Pasal 9 ayat (2) UU PPN mengatur pajak masukan dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama. Selain itu, di dalam pasal 9 ayat (9), diatur pajak masukan dapat dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang tidak sama paling lama 3 masa pajak berikutnya sepanjang belum dibebankan sebagai biaya," bunyi poin pertama.
Kedua, PMK 81/2024 mengatur pajak masukan dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama. Namun PMK 81/2024 tidak memuat ketentuan terkait pengkreditan pajak masukan pada masa pajak yang berbeda, kecuali untuk dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak.
Ketiga, ketentuan pengkreditan pajak masukan pada masa pajak yang sama bertujuan sehingga faktur pajak yang dibuat melalui coretax bisa langsung ter-prepopulated ke SPT Masa PPN pada masa pajak yang sama dilakukannya transaksi.
Keempat, PMK 81/2024 tidak mengatur secara eksplisit bahwa pajak masukan dalam e-faktur hanya dapat dikreditkan pada masa pajak yang sama, ataupun melarang pengkreditan pajak masukan dalam e-faktur pada masa pajak berikutnya paling lama 3 masa pajak.
"Oleh karena itu, untuk mengakomodasi kebutuhan PKP, aplikasi coretax telah dilakukan pembaruan sehingga pajak masukan pada e-faktur dapat dikreditkan dengan pajak keluaran paling lama 3 masa pajak berikutnya," jelas DJP.
Kelima, mengingat dalam UU PPN mengatur pengkreditan pajak masukan dalam masa pajak yang sama atau dapat dikreditkan pada 3 masa pajak berikutnya dan dalam PMK 81/2024 tidak terdapat norma pengaturan yang secara eksplisit mengatur bahwa pajak masukan yang tercantum dalam e-faktur hanya dapat dikreditkan pada masa pajak yang sama atau melarang pengkreditan pajak masukan pada 3 masa pajak berikutnya maka pembaruan aplikasi coretax sebagaimana tersebut dalam poin 4 di atas, saat ini belum memerlukan perubahan PMK 81/2024.
Selain pengkreditan pajak masukan, ada pula ulasan mengenai diterbitkannya panduan atau solusi menghadapi kode eror di Coretax DJP. Kemudian, ada juga bahasan mengenai pembinaan Pengadilan Pajak di bawah Mahkamah Agung.
DJP menyatakan bahwa keterangan tertulis nomor KT-08/2025 ini dirilis sebagai respons banyaknya permintaan informasi dari wajib pajak mengenai pengkreditan pajak masukan dalam masa pajak yang tidak sama setelah penerapan coretax system.
"Kami juga mengimbau wajib pajak agar terus mengikuti pengumuman resmi yang dikeluarkan DJP. Beberapa guidance atau panduan terkait dengan langkah-langkah penggunaan coretax dapat diakses pada laman landas DJP dengan tautan https://pajak.go.id/reformdjp/coretax/," sebut DJP.
Apabila wajib pajak menemui kendala, wajib pajak dapat menghubungi kantor pajak setempat atau Kring Pajak 1500 200. (DDTCNews)
DJP menerbitkan buku panduan yang menjelaskan tentang solusi atas pop-up message error di Coretax DJP.
Dalam buku panduan tersebut, DJP menguraikan solusi yang bisa dilakukan wajib pajak untuk mengatasi pop-up message error yang muncul pada proses registrasi, pembuatan faktur dan SPT, pembuatan bukti potong, pembayaran pajak, hingga permohonan layanan perpajakan.
“Tips & Trick Pop Up Message Coretax Vol. 1_19022025. Akan diperbarui sesuai perkembangan. File terbaru dapat diunduh melalui https://portaldjp/ dan https://bit.ly/PopUpMessageCoretax,” bunyi keterangan pada panduan tersebut. (DDTCNews)
Pembinaan Pengadilan Pajak akan dialihkan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kepada Mahkamah Agung sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 26/PUU-XXI/2023.
Merujuk pada Laporan Tahunan Mahkamah Agung (MA) 2024, disebutkan bahwa Pengadilan Pajak akan sepenuhnya berada di bawah MA dan menjadi bagian dari peradilan tata usaha negara (TUN).
"Kelompok kerja telah melakukan langkah-langkah strategis guna mewujudkan satu atap Pengadilan Pajak di bawah MA yaitu menjadi bagian dari peradilan TUN demi meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penyelesaian perkara perpajakan," tulis MA. (DDTCNews)
DJP telah menerima 4,4 juta Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2024 hingga 19 Februari 2025 pukul 12.02 WIB.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan wajib pajak yang telah menyampaikan SPT Tahunan dalam tahun berjalan ini terdiri atas wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan.
"Angka ini terdiri dari sejumlah 4,27 juta wajib pajak orang pribadi dan 130.500 wajib pajak badan," katanya dalam keterangan tertulis DJP Nomor KT-07/2025. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan mencatat rasio utang pemerintah sebesar 39,36% terhadap produk domestik bruto (PDB) per akhir 2024. Angka tersebut terus menurun setelah mencapai puncaknya saat pandemi Covid-19 sebesar 40,73% PDB pada 2021
Staf Ahli Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Parjiono menegaskan pengenaan utang pemerintah akan tetap dilaksanakan secara hati-hati. Adapun rasio utang pemerintah pada akhir 2024 tersebut masih di bawah batas aman sebesar 60%.
"Ini tentunya juga pengelolaan utang yang semakin hati-hati dan prudent," katanya. (DDTCNews/Kontan)
Ketua MA Sunarto mengeklaim MA selaku lembaga peradilan turut memberikan kontribusi terhadap keuangan negara.
Sunarto mengatakan MA berkontribusi terhadap penerimaan negara. Merujuk pada Laporan Tahunan MA 2024, MA melalui putusan peninjauan kembali (PK) telah menetapkan jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak senilai Rp15,14 triliun dan US$85,92 juta.
"MA melalui putusan peninjauan kembali (PK) perkara pajak telah menetapkan pajak yang harus dibayarkan kepada negara," katanya. (DDTCNews)