BERITA PAJAK HARI INI

Peraturan Pemeriksaan Pajak Dilebur Jadi 1 PMK, Simak Perubahannya

Redaksi DDTCNews
Selasa, 18 Februari 2025 | 09.02 WIB
Peraturan Pemeriksaan Pajak Dilebur Jadi 1 PMK, Simak Perubahannya

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan mengatur kembali ketentuan pemeriksaan pajak melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 15/2025. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Selasa (18/2/2025).

Pengaturan kembali tersebut dilakukan untuk menyesuaikan ketentuan pemeriksaan pajak pasca berlakunya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). PMK 15/2025 juga diterbitkan untuk menyederhanakan regulasi mengenai pemeriksaan pajak.

“Untuk memberikan kepastian hukum terhadap pemeriksaan pajak…perlu dilakukan simplifikasi dan pengaturan kembali ketentuan mengenai pemeriksaan pajak dalam satu PMK,” bunyi pertimbangan PMK 15/2025.

Ketentuan perihal pemeriksaan pajak sebelumnya tersebar pada 3 PMK. Pertama, PMK 17/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan. Kedua, PMK 256/2014 tentang tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Ketiga, Pasal 105 PMK 18/2021 tentang tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Kini, ketentuan dalam ketiga beleid tersebut diatur kembali dan dilebur menjadi 1 dalam PMK 15/2025. Untuk itu, berlakunya PMK 15/2025 mulai 14 Februari 2025 akan sekaligus mencabut ketiga PMK tersebut.

Apabila disandingkan, perubahan yang paling mencolok di antaranya terkait dengan ruang lingkup, tipe pemeriksaan, dan kriteria pemeriksaan.

Berdasarkan PMK 15/2025, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan kini dilakukan dengan 3 tipe pemeriksaan, yaitu: lengkap, terfokus, dan spesifik. Ketiga tipe pemeriksaan tersebut belum diatur dalam beleid terdahulu.

Selain itu, kriteria tindakan yang akan dilakukan pemeriksaan untuk tujuan lain juga mengalami perubahan. Sebelumnya, hanya ada 12 kriteria tindakan yang akan dilakukan pemeriksaan untuk tujuan lain.

Kini, PMK 15/2025 memperluas kriteria tindakan yang dilakukan pemeriksaan untuk tujuan lain menjadi 25 jenis. Berdasarkan PMK 15/2025, pemeriksaan untuk tujuan lain di antaranya dilakukan untuk pengujian fasilitas perpajakan yang telah diberikan.

Selain PMK 15/2025, ada pula ulasan mengenai kebijakan ekonomi Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan daya beli, termasuk di dalamnya pemberian insentif pajak. Kemudian, ada juga bahasan terkait dengan dampak pajak minimum global bagi Indonesia.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Ada Aturan Pembahasan Temuan Sementara dalam Pemeriksaan Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan peraturan baru, yaitu PMK 15/2025 tentang Pemeriksaan Pajak. Dalam PMK tersebut, salah satu ketentuan yang diatur ialah mengenai pembahasan temuan sementara.

Pembahasan temuan sementara merupakan tahapan pemeriksaan yang wajib dilaksanakan pemeriksa pajak saat melakukan pemeriksaan. Namun, kewajiban ini dikecualikan apabila pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan spesifik guna menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.

"Dalam hal pemeriksaan dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, pemeriksa pajak melakukan pembahasan temuan sementara," bunyi Pasal 17 ayat (1) PMK 15/2025. (DDTCNews)

Prabowo Jamin Lanjutkan Tax Holiday dan Tax Allowance, Jaga Daya Saing

Presiden Prabowo Subianto memastikan pemberian fasilitas tax holiday dan tax allowance masih akan tetap berlanjut. Pemberian fasilitas tax holiday dan tax allowance tersebut menjadi salah satu dari 12 kebijakan yang dipandang bisa mendorong daya saing untuk transformasi ekonomi.

"Keberlanjutan tax holiday dan tax allowance untuk menjaga iklim investasi," kata Prabowo dalam konferensi pers di istana.

Sesuai dengan PMK 69/2024, fasilitas tax holiday masih akan diberikan atas usulan pemberian tax holiday yang disampaikan kepada menteri keuangan paling lambat pada 31 Desember 2025. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

Devisa Ekspor SDA 100% Disimpan Setahun di Dalam Negeri Mulai 1 Maret

Pemerintah bakal mewajibkan eksportir menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) sebesar 100% selama setahun, dari saat ini paling sedikit sebesar 30% dan dalam jangka waktu 3 bulan.

Presiden Prabowo Subianto mengatakan kebijakan penempatan DHE SDA 100% selama setahun di dalam negeri akan mulai berlaku pada 1 Maret 2025. Kebijakan ini telah diatur dalam PP 8/2025 yang merevisi PP 36/2023.

"Dana DHE kita selama ini, terutama dari SDA, banyak disimpan di luar negeri. Di bank-bank luar negeri. Dalam rangka memperkuat dan memperbesar dampak pengelolaan DHE SDA, pemerintah menetapkan PP 8/2025," katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

Indonesia Adopsi Safe Harbour QDMTT Meski Tak Diatur di PMK 136/2024

PMK 136/2024 tidak memuat ketentuan tentang safe harbour qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT). Meski begitu, ketentuan tersebut sesungguhnya diadopsi Indonesia.

Analis Kebijakan Ahli Madya BKF Melani Dewi Astuti mengatakan ketentuan pajak minimum global atau global anti base erosion (GloBE) rules di Indonesia turut mengadopsi safe harbour QDMTT meski PMK 136/2024 tidak memuat pasal tentang safe harbour tersebut.

"QDMTT safe harbour ini sebetulnya kita menerapkan, tetapi kita tidak mengatur dalam PMK-nya. Mengapa? Karena status safe harbour QDMTT hanya didapat melalui review," katanya. (DDTCNews)

Pernyataan DJP terkait Insentif Pajak untuk Pegawai Sektor Padat Karya

Pemerintah menerbitkan PMK 10/2025 yang mengatur pemberian insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) kepada pegawai di sektor industri tertentu.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan insentif PPh Pasal 21 DTP menjadi bagian dari upaya menjaga daya beli masyarakat. Pemberian insentif ini juga sebagai tindak lanjut dari kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025 lalu.

"Penerbitan PMK ini merupakan wujud komitmen pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat melalui paket-paket stimulus yang diberikan,” katanya. (DDTCNews)

Dampak Penolakan AS atas Penerapan Pajak Minimum Global

Penolakan AS terhadap pajak minimum global yang diusulkan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mulai memengaruhi negara-negara yang sudah menerapkan kebijakan tersebut, termasuk Indonesia.

Resistensi AS terhadap pajak minimum global tersebut berpotensi memberikan dampak, khususnya terkait dengan aturan undertaxed payment rule (UTPR).

“Sejauh ini memang kelihatannya, kebijakan yang mendapat tentangan dari AS adalah terkait UTPR,” kata Johanes Glorinus Saragih, International Tax Analyst DJP dalam webinar. (Kontan)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.