JAKARTA, DDTCNews – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) beserta Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) semester I tahun 2017 kepada DPR. Dalam ikhtisar tersebut, BPK menemukan 17 Kontraktor Kontrak Kerja Sama memiliki utang perpajakan hingga tahun 2015.
Ketua BPK RI Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan IHPS I 2017 pun memuat 9 hasil pemeriksaan kinerja dan 33 hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT). IHPS I tahun 2017 merupakan ikhtisar dari 687 LHP yang terdiri atas 113 LHP pada pemerintah pusat, 537 LHP pada pemerintah daerah dan 37 LHP BUMN serta badan lainnya.
“Kami menemukan 17 Kontraktor Kontrak Kerja Sama ataupun pemegang working interest yang belum menyelesaikan kewajiban perpajakan sampai dengan tahun 2015. Nilai pajak terutang yang ditemukan BPK yakni sebesar US$209,25 juta atau setara Rp2,78 triliun,” ujarnya dalam Sidang Paripurna DPR RI Jakarta, Selasa (3/10).
Moermahadi menegaskan BPK berkontribusi memeperbaiki transparansi dan akuntabilitas keuangan pemerintah sejak tahun 2005. Hal itu terlihat dari peningkatan capaiam opini LKPP dari TMP pada 2004-2008 menjadi WDP pada 2009-2015, hingga menjadi WTP pada 2016.
“Hal serupa pun tercermin pada LKPD dari hanya 7% yang memperoleh WTP pada tahun 2004 menjadi 70% pada tahun 2016. Kami pun memberikan 463.715 rekomendasi atas perbaikan kinerja yang membuat pemerintah, BUMN/BUMD dan Badan lain bekerja lebih tertib, hemat, efisien dan efektif,” ucapnya.
Sejumlah 463.715 rekomendasi tersebut terdiri atas 439.632 rekomendasi yang diberikan pada 2005-2016 dan 24.083 rekomendasi pada semester pertama 2017. Setidaknya hingga saat ini sudah sebanyak 320.136 rekomendasi atau 69% yang sudah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK.
Adapun hasil PDTT yang perlu mendapat perhatian yaitu penghitungan bagi hasil migas. BPK menemukan adanya biaya yang tidak semestinya dibebankan dalam cost recovery migas tahun 2015 sebesar US$956,04 juta atau setara Rp12,73 triliun.
Selain itu, hasil pemeriksaan kinerja yang juga perlu mendapatkan perhatian yaitu pada hasil pemeriksaan atas pengelolaan Kredit Perumahan Rakyat Sejahtera dan Subsidi Selisih Angsuran yang dilakukan oleh PT Bank Tabungan Negara.“BPK pun menemukan 5.108 unit rumah KPR Sejahtera yang berlum dimanfaatkan oleh debitur,” pungkasnya.