JAKARTA, DDTCNews – Keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Perpajakan masih menuai pro dan kontra. Kabar tersebut mewarnai sejumlah media nasional pagi ini, Kamis (18/5).
Para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), merasa keberatan dengan pembukaan informasi keuangan sebagaimana tertuang dalam Perppu tersebut. Ketua Tim Ahli Apindo Sutrisno Iwantono mengatakan data rekening adalah data sensitif dan sangat private.
Selain itu, Ketua Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Susi Meilina juga khawatir efek kebijakan tersebut akan sama seperti kebijakan transparansi kartu kredit, yang berdampak nasabah beramai-ramai menutup kartu kreditnya.
Berita lainnya datang dari industri asuransi yang meminta adanya peraturan turunan atas Perppu Nomor 1 Tahun 2017 dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang meminta agar pemerintah melakukan sosialisasi atas diterbitkannya Perppu tersebut. Berikut ulasan ringkas beritanya:
- Perlu Adanya Peraturan Turunan bagi Industri Asuransi
Chief Corporate Affairs Officer AXA Indonesia Benny Waworuntu mengatakan perlu adanya peraturan turunan yang lebih rinci dari Perppu Nomor 1Â Tahun 2017 khusus bagi industri asuransi. Menurutnya, industri asuransi terbilang sangat unik. Dana pemegang polis terbagi dua yakni untuk investasi dan proteksi, sehingga pemerintah harus menjelaskan detail transaksi mana yang harus diserahkan.
- DPR: Perhatikan Kecemasan Nasabah
Kendati mendukung implementasi Perppu Nomor 1Â Tahun 2017 tentang akses data keuangan untuk kepentingan perpajakan, DPR meminta pemerintah agar memperhatikan kekhawatiran nasabah bank terkait dengan penggunaan data mereka oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Anggota Komisi XI DPR Johny G. Plate mengingatkan agar pemerintah melakukan sosialisasi secara masif untuk menghindari persoalan ekonomi yang lebih luas.
- KPK Dukung Perppu Akses Keuangan untuk Pajak
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata meyakini tidak ada ekses negatif dari penerapan Perppu Nomor 1 Tahun 2017 karena Kementerian Keuangan sudah melakukan reformasi birokrasi, meski KPK masih menangkap sejumlah oknum pajak yang menerima suap. Alexander yang merupakan mantan auditor BPKP itu pun malah menganggap aneh apabila Indonesia masih menjaga kerahasiaan perbankan terhadap pajak.
- Sistem CRM, Wajib Pajak Tak Lagi Diperlakukan Sama
DJP tengah mengembangkan manajemen penanganan wajib pajak berbasis risiko atau compliance risk management (CRM) sebagai bagian dari upaya reformasi perpajakan. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Awan Nurmawan Nuh mengatakan dengan sistem CRM, DJP bisa memetakan wajib pajak yang memiliki risiko tinggi, sedang, dan rendah untuk patuh.Â
- Suap Pejabat Pajak, Saksi Akui Terima Arahan Sebelum Pemeriksaan
Mantan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Enam Johnny Sirait mengakui bahwa pihaknya sempat dikumpulkan untuk mendapat arahan sebelum ada pemeriksaan saksi dalam kasus suap pejabat pajak yang menjerat PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP). Arahan itu diduga berasal dari Direktorat Jenderal Pajak. Johnny mengaku tidak ingat persis kapan dan siapa yang memberikan pengarahan tersebut. Menurut Johnny, pengarahan yang diterima tersebut bertujuan agar para saksi yang diperiksa dalam kasus suap pajak tersebut memberikan kesaksian senada.
- Jonan Frustasi Aturan Pajak Migas Tak Kunjung Rampung
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengaku frustasi dengan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikemballikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, yang hingga saat ini tidak kunjung rampung. Padahal, PP tersebut telah direvisi sejak tahun lalu namun hingga saat ini belum selesai. (Gfa)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.