Ilustrasi.
KUALA LUMPUR, DDTCNews - Dewan Rakyat Malaysia menyetujui pengenaan pajak penjualan 10% atas barang yang dibeli secara online oleh vendor dari luar negeri.
Wakil Menteri Keuangan Shahar Abdullah mengatakan kebijakan tersebut tertuang dalam RUU Pajak Penjualan 2022 merevisi UU 806/2018. Kebijakan ini akan berlaku pada vendor yang terdaftar di Kementerian Keuangan mulai tahun depan.
"Pajak ini akan menyamakan kedudukan antara penjual online, baik di dalam maupun di luar Malaysia sehingga akan memberdayakan pasar dan pengusaha lokal," katanya, dikutip pada Jumat (5/8/2022).
Pajak penjualan akan dikenakan pada barang bernilai rendah (low-value goods/LVG) yang dijual online dengan harga di bawah RM500 atau sekitar Rp1,67 juta. Dari kebijakan tersebut, tambahan penerimaan ditaksir mencapai RM200 juta atau Rp669 miliar per tahun.
RUU Pajak Penjualan disahkan dengan suara mayoritas. Dalam prosesnya, pengesahan itu juga harus melewati perdebatan sengit antara Shahar dan sejumlah anggota parlemen oposisi.
Sementara itu, Anggota Parlemen Lim Guan Eng berpendapat revisi ketentuan pajak penjualan akan memberatkan warga Malaysia berpenghasilan rendah yang membeli produk secara online.
"Kita perlu memikirkan penurunan pajak, bukan menaikkan pajak untuk mereka," ujarnya.
Menurut Lim, pengenaan pajak berpotensi menghambat masyarakat Malaysia masuk dalam ekosistem e-commerce dan bertahan dengan transaksi konvensional.
Sebaliknya, Anggota Parlemen Sabri Azit justru mendukung pengesahan RUU tersebut. Namun, ia mengusulkan tarif penjualan sebesar 10% untuk diturunkan.
"Penurunan tarif pajak akan lebih mendorong pemulihan ekonomi dan meningkatkan aktivitas penjualan," tuturnya seperti dilansir freemalaysiatoday.com.
Menteri Keuangan Tengku Zafrul Aziz sebelumnya menyebut pajak penjualan akan dikenakan pada barang dari luar negeri yang dijual melalui platform online. Kebijakan itu dinilai akan menciptakan kesetaraan antara barang yang diproduksi di dalam dan luar negeri. (rig)