Ilustrasi.Â
NEW YORK, DDTCNews – Komite Perpajakan PBB atau UN Tax Committee menyetujui penambahan pasal baru pada perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) Model PBB (UN Model) yang memberikan hak pemajakan tambahan kepada yurisdiksi tempat pelanggan korporasi digital berada.
Salah satu pengusung proposal tersebut, Rajat Bansal, berharap Pasal 12B pada UN Model yang baru saja disetujui UN Tax Committee ini bisa diadopsi berbagai negara untuk mendukung pemajakan atas ekonomi digital.
"Kami menantikan penerapannya [Pasal 12B] dalam P3B guna mendukung pemajakan atas ekonomi digital yang adil dan sederhana," ujar Bansal melalui Twitter, dikutip pada Jumat (23/4/2021).
Pasal 12B yang diusung oleh Subcommittee on Tax Challenges Related to the Digitalization of the Economy merupakan respons alternatif atas proposal Pillar 1: Unified Approach usulan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Skema pemajakan atas penghasilan yang diterima oleh korporasi digital pada Pillar 1 dipandang terlalu kompleks sehingga sulit untuk diterapkan yurisdiksi pasar yang notabene adalah negara berkembang.
Pasal 12B diimplementasikan melalui kesepakatan bilateral antarnegara mitra P3B, bukan melalui konsensus multilateral seperti yang tertuang pada Pillar 1.
Basis pengenaan pajak pada proposal yang diusung PBB adalah pendapatan bruto. Hal ini berbeda bila dibandingkan dengan proposal OECD yang mendorong pengenaan pajak digital atas keuntungan bersih atau net profit.
Proposal yang diusung PBB ini juga hanya berlaku pada perusahaan digital yang menyediakan jasa digital otomatis atau automated digital services (ADS).
Kegiatan ekonomi digital yang termasuk dalam ADS contohnya adalah jasa periklanan digital, search engine, media sosial, jasa konten digital, game online, cloud computing, dan kegiatan-kegiatan lain yang tidak terlalu memerlukan intervensi manusia dalam menjalankan kegiatannya.
Proposal pemajakan digital pada Pasal 12B tidak memerinci besaran tarif pajak yang dikenakan atas korporasi digital. Tarif yang dikenakan cukup disepakati melalui P3B. Meski demikian, proposal PBB mengusulkan pengenaan tarif sebesar 3% hingga 4%. (kaw)