Ilustrasi. (oecd.org)
PARIS, DDTCNews - Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) mencatat tarif pajak rata-rata efektif (effective average tax rates/EATR) dari 74 yurisdiksi/negara pada 2019 mencapai 20,1%, lebih rendah 1,3 poin persen dari rata-rata tarif PPh badan resmi, 21,4%.
Tarif PPh badan yang tertuang pada regulasi perpajakan di berbagai negara tidak sepenuhnya mencerminkan beban riil yang ditanggung korporasi. Selain tarif, setiap negara memiliki ketentuan depresiasi fiskal, keringanan pajak, dan pengurangan pajak yang berbeda-beda.
"Untuk menggambarkan dampak ketentuan itu terhadap basis PPh badan dan beban pajak yang ditanggung, analisis perlu dilakukan lebih dalam dari sekadar membandingkan tarif PPh badan pada undang-undang," tulis OECD pada laporan berjudul Corporate Tax Statistics, dikutip Kamis (9/7/2020).
Dalam mengukur EATR, OECD menjabarkan apabila ketentuan depresiasi fiskal memungkinkan korporasi untuk mencatatkan penyusutan lebih tinggi dari depresiasi aslinya secara keekonomian, maka EATR akan lebih rendah dibandingkan dengan tarif PPh badan resminya.
OECD mencatat terdapat 57 dari 74 yurisdiksi pada 2019 yang memiliki EATR lebih rendah dari tarif PPh badan resmi. Dari 57 yurisdiksi tersebut, tercatat secara rata-rata EATR lebih rendah 1,7% dibandingkan dengan tarif PPh badan resminya.
Apabila ketentuan depresiasi fiskal memungkinkan korporasi mencatat penyusutan lebih rendah dari depresiasi aslinya dari sisi keekonomian, EATR bakal lebih tinggi dari tarif PPh badan resmi. OECD mencatat hanya ada 8 dari 74 yurisdiksi dengan EATR lebih tinggi dari tarif PPh badan resmi.
Menurut OECD, EATR dapat merefleksikan rata-rata kontribusi pajak yang dibuat suatu perusahaan pada investasi yang menghasilkan laba di atas 0. "Indikator ini dapat digunakan untuk menganalisis keputusan investasi oleh suatu korporasi antara dua proyek investasi atau lebih," tulis OECD.
Untuk Indonesia, EATR per 2019 tercatat 23,3%, lebih rendah dari tarif PPh badan 25%. Dengan ini, Indonesia termasuk 54 yurisdiksi yang memiliki ketentuan depresiasi fiskal yang memungkinkan korporasi mencatat penyusutan lebih tinggi dari depresiasi asli secara keekonomian. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.