Ilustrasi.
LONDON, DDTCNews – Serikat pekerja utama yang mewakili para jurnalis di Inggris mendesak pemerintah untuk melipatgandakan pajak atas raksasa digital global.
National Union of Journalists (NUJ) berharap pemerintah dapat meningkatkan pajak yang menyasar raksasa digital. Hal ini ditujukan untuk mendanai ‘rencana pemulihan berita’ dalam skala yang lebih luas dan jangka panjang.
“Berdasarkan proposal yang ada saat ini diperkirakan pemerintah Inggris akan memperoleh pendapatan senilai £500 juta dalam setahun. Itu hanya dari pajak dengan tarif 2% yang mereka rencanakan. Kami harap itu ditingkatkan tiga kali lipat,” kata Asisten Sekretaris Jenderal NUJ Seamus Dooley.
Menurut Dooley, jika tarif pajak digital dilipatgandakan, akan ada injeksi dana langsung yang cukup besar. Dengan demikian, akan tersedia tambahan dana untuk membantu memulihkan industri media yang menjadi tempat bekerja para jurnalis.
Hal ini lantaran industri media menghadapi guncangan akibat penyebaran virus Corona. Jika pemerintah tidak campur tangan, diprediksi akan ada 5.000 jurnalis yang kehilangan pekerjaan. Sebab, lockdown membuat penjualan media cetak menurun dan pendapatan iklan berkurang.
Adapun pajak layanan digital mulai berlaku pada 1 April 2020. Pajak ini menargetkan mesin pencari (search engine), layanan media sosial, dan marketplace yang memiliki pengguna di Inggris. Pajak ini akan dikenakan jika pendapatan perusahaan digital mencapai lebih dari £25 juta.
Pajak ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan pemerintah senilai £280 juta di tahun pertama. Selanjutnya, pada akhir 2025, pajak tersebut diproyeksi mendatangkan pendapatan senilai £500 juta.
Pajak ini diperkenalkan setelah adanya kontroversi terkait dengan platform online berbasis asing seperti Google dan Facebook. Pasalnya, perusahaan raksasa digital asal Amerika Serikat ini menghasilkan pendapatan iklan besar di Inggris, tetapi membayar pajak domestik dalam jumlah yang relatif sedikit.
"Jurnalis, fotografer, dan videografer bergantung pada pekerjaan dari organisasi media dan tantangan nyata bagi organisasi media yang bergantung pada pendapatan komersial adalah kehadiran iklan online,” ungkap Dooley, seperti dilansir Economic Times. (kaw)