INGGRIS

Psikiater Minta Pengenaan Pajak Perusahaan Media Sosial, Ini Alasannya

Dian Kurniati
Sabtu, 11 April 2020 | 15.31 WIB
Psikiater Minta Pengenaan Pajak Perusahaan Media Sosial, Ini Alasannya

Tampilan depan laporan bertajuk ‘Technology Use and the Mental Health of Children and Young People’. 

LONDON, DDTCNews – Seruan untuk mengenakan pajak atas omzet perusahaan teknologi, seperti media sosial, muncul dari sejumlah psikiater di Inggris. Mereka menilai konten yang disajikan secara online telah memberi risiko pada kesehatan mental, terutama bagi anak-anak muda.

Seruan pajak yang proporsional dengan omzet secara global dari perusahaan teknologi ini diungkapkan dalam sebuah laporan bertajuk ‘Technology Use and the Mental Health of Children and Young People’. Laporan ini dirilis pada 16 Januari 2020 oleh Royal College of Psychiatrists Inggris.

Royal College mengatakan pajak atas omzet harus lebih maju dibandingkan dengan usulan pajak layanan digital (digital services tax) sebesar 2% atas pendapatan layanan di Inggris mulai April ini. Pengenaan harus berdasarkan omzet secara global.

The turnover tax harus berlaku untuk omzet internasional dari perusahaan media sosial,” demikian pernyataan dalam laporan tersebut.

Penerimaan dari pajak itu diusulkan sebagai dana penelitian dan pelatihan para profesional kesehatan dan pendidikan yang bekerja untuk anak-anak dan kaum muda. Pasalnya, penelitian tersebut akan memberi pemahaman yang komprehensif tentang manfaat dan risiko penggunaan media sosial.

Meskipun banyak perhatian tertuju pada pengaruh durasi seseorang dalam dalam mengakses layanan digital (screen time), hal tersebut belum dievaluasi secara sistematis. Dorongan rencana penelitian muncul setelah kisah seorang gadis 14 tahun yang meninggal karena bunuh diri pada November 2017.

Gadis tersebut merupakan anak dari Ian Russell, pendiri Molly Rose Foundation. Ian menjadi penulis kata pengantar dalam laporan tersebut. Dia mengaku tidak ragu bahwa media sosial telah memberi pengaruh besar pada tindakan bunuh diri yang dilakukan gadis tersebut.

"Saya tidak ragu bahwa media sosial ‘membantu’ membunuh putri saya. Postingan yang dia lihat menjadi rujukan untuk mencelakai diri. Meme yang dilihat mendorong untuk bunuh diri. Jelas mereka [konten di media sosial] akan menormalkan, mendorong, serta meningkatkan depresinya,” katanya.

Ian Russell mengatakan pajak atas omzet perusahaan teknologi akan mendanai penelitian yang sangat dibutuhkan saat ini, yaitu tentang dampak konten berbahaya pada pengguna internet. Pengguna internet ini terutama yang paling rentan.

Penelitian tersebut akan dikaitkan dengan data dari perusahaan media sosial untuk memberi pemahaman yang komprehensif tentang manfaat dan risiko penggunaan media sosial. Pihaknya menyambut baik laporan (white paper) pemerintah Inggris pada April 2019 tentang bahaya media online.

Dalam laporan pemerintah Inggris ini ada uraian rencana pemberlakuan sistem pengawasan dan akuntabilitas yang akan berlaku untuk perusahaan teknologi. Kerangka kerja keamanan online dinilai baru akan diawasi oleh regulator independen yang akan menetapkan standar keamanan.

Merespons hal tersebut, Royal College dalam laporannya merekomendasikan agar regulator independen diarahkan untuk mengatur pajak atas omzet serta menetapkan protokol untuk berbagi data dari perusahaan media sosial dengan perguruan tinggi.

Laporan itu menyerukan agar perusahaan teknologi mendukung mental health charities dan mendanai penelitian independen. Perusahaan media sosial dan gim harus secara teratur menyerahkan data pengguna ke perguruan tinggi untuk penelitian. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.