PRANCIS

Soal Ancaman AS Buntut Pajak Digital, Prancis: Kami Siap Respons

Nora Galuh Candra Asmarani
Senin, 06 Januari 2020 | 11.54 WIB
Soal Ancaman AS Buntut Pajak Digital, Prancis: Kami Siap Respons

Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire.

PARIS, DDTCNews – Pemerintah Prancis tidak akan diam jika Amerika Serikat (AS) merealisasikan ancamannya untuk mengenakan bea impor tambahan atas produk Prancis.

Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire menyatakan siap merespons jika AS menerapkan bea impor tambahan tersebut. Pasalnya, pemerintah Prancis menganggap tindakan AS untuk membalas pajak digitalnya dengan melancarkan perang dagang tidaklah tepat.

"Kami ingin menghindari perang dagang, tetapi kami dengan mitra Eropa kami siap merespons jika kami dipukul dengan sanksi yang kami pikir tidak pantas, tidak ramah, dan tidak sah," kata Le Maire, Minggu (5/1/2020), seperti dilansir rt.com.

Pernyataan sikap dari pemerintah Prancis ini ditujukan untuk menanggapi ancaman dari Presiden AS Donald Trump. Hal ini lantaran sejak pertama kali Prancis menggaungkan pajak digital, Trump mengutuk keras langkah tersebut dan berujar akan melancarkan balasan.

Trump menyebut pajak digital Prancis diskriminatif terhadap perusahaan asal AS. Untuk itu, dia memerintahkan Perwakilan Dagang Amerika Serikat (United States Trade Representative/USTR) untuk melakukan investigasi.

Berdasarkan hasil investigasi tersebut, USTR menyimpulkan pajak digital prancis diskriminatif dan tidak konsisten dengan prinsip kebijakan perpajakan internasional yang berlaku. Melalui laporan tersebut, USTR juga meminta komentar dari publik atas tindakan yang diusulkan.

Tindakan yang diusulkan adalah pengenaan bea tambahan hingga 100% atas produk tertentu dari Prancis. Produk yang diusulkan terkena bea tambahan itu tercantum dalam daftar produk pada lampiran laporan tersebut.

Secara lebih terperinci, produk Prancis yang dikenai bea masuk mencakup 63 pos tarif produk diantaranya anggur, yoghurt, mentega, dan tas. Diperkirakan nilai perdagangan dari produk tersebut mencapai US$2,4 miliar (setara Rp33,8 triliun).

Namun, para importir dan pedagang di AS memprotes langkah penerapan tarif tersebut. Hal ini dikarenakan perang tarif dianggap akan memicu terjadinya PHK, bangkrutnya bisnis serta dampak buruk lain pada konsumen AS.

“Tarif itu secara efektif akan menutup akses orang Amerika ke anggur Eropa dan banyak produk lainnya. Dampaknya puluhan ribu atau bahkan ratusan ribu orang akan kehilangan pekerjaan," ujar Kermit Lynch pedagang anggur California, seperti dilansir trtworld.com. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.