Ilustrasi.
SUKOHARJO, DDTCNews - Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo menerima kunjungan dari salah satu wajib pajak badan berstatus PT yang mengajukan permohonan surat keterangan (suket) Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/2018.
Pegawai pajak dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Pratama Sukoharjo Muh Adi Rahman mengatakan wajib pajak badan tersebut merupakan perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa reservasi dan baru akan mendapatkan pekerjaan pada tahun ini.
“Sejak terdaftar pada 2020, perusahaannya belum beroperasi. Untuk itu, wajib pajak masih dapat menggunakan tarif PPh final PP 23 sampai dengan tahun 2022 sepanjang omzetnya belum mencapai Rp4,8 miliar,” katanya dikutip dari situs web DJP, Kamis (10/11/2022).
Adi menjelaskan permohonan suket PP 23 diajukan secara online melalui laman pajak.go.id. Terdapat beberapa persyaratan agar suket dapat terbit. Pertama, Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) wajib pajak memenuhi untuk dikenai PPh final PP 23.
Kedua, telah menyampaikan SPT Tahunan untuk 2 tahun pajak terakhir. Ketiga, tidak memiliki tunggakan pajak. Setelah itu, pemenuhan persyaratan tersebut akan divalidasi secara online di laman pajak.go.id.
“Berdasarkan pengecekan data, KLU wajib pajak memenuhi kriteria PP 23, tidak memiliki tunggakan pajak, tetapi belum menyampaikan SPT Tahunan sejak terdaftar,” tutur Adi.
Kemudian, lanjut Adi, wajib pajak mendapat asistensi pelaporan SPT Tahunan secara online melalui e-form. Setelah menyampaikan SPT Tahunan tahun 2020 dan 2021, wajib pajak baru bisa mengajukan permohonan suket PP 23.
Dengan diterbitkannya Suket PP 23 tersebut, transaksi jasa yang dilakukan wajib pajak tidak akan dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% oleh lawan transaksi dengan syarat wajib pajak menyerahkan suket PP 23 tersebut ke lawan transaksi.
“Namun demikian, wajib pajak memiliki kewajiban untuk menyetor PPh final sebesar 0,5% paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya apabila lawan transaksi ternyata belum memotong 0,5%-nya,” ujar Adi.
Tambahan informasi, PPh final sebesar 0,5% untuk tahun pajak 2022 ini dikenakan apabila peredaran usaha atau omzet dalam setahun telah melebihi Rp500 juta. Simak ‘Ada Aturan Omzet Rp500 Juta Tak Kena Pajak, UMKM Bisa Hemat Rp2,5 Juta’ (rig)