Kendaraan berjalan mengantre dalam kemacetan di jalur wisata Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (9/12/2020). Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor akan menagih pajak terutang dari wisma milik pemerintah pusat yang disewakan kepada masyarakat. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/wsj)
BOGOR, DDTCNews - Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Bogor akan menagih pajak terutang dari wisma-wisma milik pemerintah pusat yang selama ini disewakan kepada masyarakat.
Kepala Bappenda Kabupaten Bogor Arif Rahman menegaskan setiap bangunan yang disewakan untuk kepentingan komersial memiliki pajak terutang terlepas bangunan tersebut dimiliki oleh orang pribadi atau oleh pemerintah.
"Seperti Wisma DPR RI di Puncak itu disewakan. Kami pungut pajaknya karena disewakan. Semua bangunan milik instansi pemerintah yang disewakan tetap kami pungut pajak," ujar Arif, dikutip Kamis (10/12/2020).
Pasalnya, Arif mengatakan hingga saat ini masih banyak potensi pajak daerah dari jasa penginapan yang terdapat di Kabupaten Bogor khususnya Puncak masih belum dapat dipungut dengan optimal oleh pemerintah daerah (pemda).
Untuk itu, Arif mengatakan Bappenda Kabupaten Bogor akan terus menggencarkan pendataan objek-objek pajak hotel tersebut. Sayangnya, jumlah pegawai Pemerintah Kabupaten Bogor cenderung terbatas sedangkan wilayah Kabupaten Bogor juga tergolong luas.
Menurut Arif, penggalian potensi pajak dari penginapan dan wisma di Kabupaten Bogor memiliki potensi besar untuk mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD).
"Dari villa pribadi per tahun kita bisa tarik antara Rp2-3 miliar. Oleh karena biasanya kalau milik pribadi terbatas jumlah kamarnya, harga sewanya pun tidak terlalu tinggi. Ada ratusan kira-kira yang sudah bisa kita tagih," ujar Arif.
Selain menarik pajak dari wisma komersial termasuk milik pemerintah, seperti dilansir bogor.pojoksatu.id, Bappenda Kabupaten Bogor juga akan memungut pajak dari pemilik bangunan yang selama ini menyewakan bangunannya tanpa memiliki izin.
"Tetap kami pungut pajaknya karena transaksi dan pajak itu tidak bisa digunakan sebagai legalitas mereka untuk membangun karena berdasarkan transaksi. Tetapi, ketika mereka melanggar, beda SKPD yang menanganinya," ujar Arif. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.