KOTA PALANGKA RAYA

Ada Temuan BPK, Peraturan Daerah Soal Pajak Bakal Direvisi

Dian Kurniati
Kamis, 05 November 2020 | 11.55 WIB
Ada Temuan BPK, Peraturan Daerah Soal Pajak Bakal Direvisi

Ilustrasi. (DDTCNews)

PALANGKA RAYA, DDTCNews – Pemkot Palangka Raya, Kalimantan Tengah, berencana merevisi empat pasal dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 4/2018 tentang Pajak Daerah. Revisi diperlukan agar Perda Pajak Daerah dapat lebih sesuai dengan situasi saat ini.

Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Palangka Raya Riduanto mengatakan usulan revisi tersebut disampaikan Pemkot Palangka Raya karena merasa menemukan beberapa kekurangan.

"Bapemperda sejak awal tahun telah menyelesaikan pembahasan terkait dengan perubahan Perda Retribusi. Adapun yang menjadi pembahasan saat ini yakni perubahan Perda Pajak," katanya, Rabu (4/11/2020).

Rencana revisi saat ini tengah dibahas antara Bapemperda DPRD dengan Pemkot Palangkaraya. Revisi pertama terjadi pada Pasal 1 untuk menambah 2 ayat.

Pasal 1 Perda Pajak Daerah akan ditambah ayat (90) tentang definisi nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) yakni batas tertinggi nilai atau harga objek pajak yang tidak dikenakan pajak, serta ayat (91) tentang definisi omzet atau nilai perolehan penjualan.

Menurut Riduanto, penambahan ayat tersebut merupakan tindak lanjut dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan, karena perda akan menjadi pedoman pemkot dalam menjalankan tugas.

Perubahan kedua, pada pasal 14, 84, dan 99. Riduanto tak memerinci rencana perubahan pada pasal 14 dan 84. Namun pada Pasal 99 Perda Pajak Daerah, akan diatur NPOPTKP bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) diberlakukan 1 kali oleh setiap wajib pajak setiap 1 tahun.

Dengan ketentuan itu, yang tidak dikenakan pajak pengalihan hak karena hibah hanya berkali 1 kali untuk 1 orang dalam 1 tahun. Misal, ada orang yang menerima 2 kali hibah dalam 1 tahun karena warisan dari orang tua, berarti 1 objek pajak tidak akan dikenakan pajak, sedangkan yang lainnya tetap harus membayar BPHTB.

"Pada 2019, hal tersebut menjadi temuan BPK RI karena tak adanya regulasi yang menjadi pegangan dari BPPRD [Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah], sedangkan BPK persepsinya beda," ujarnya dikutip dari kaltengpos.co. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.